Kamis, 2 Oktober 2025

Pemilu 2024

Aturan Jeda Mantan Napi Ikut Pemilu, MK Minta Koalisi Sipil Buat Kesimpulan Jika Ingin Uji Materil

Fajar Laksono mengatakan, dalam audiensi tersebut, lembaga tergabung Koalisi Sipil memberikan masukan terkait langkah apa yang perlu dilakukan MK

Editor: Johnson Simanjuntak
Ibriza
Mahkamah Konstitusi (MK) dan Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih menggelar audiensi, Senin (29/5/2023). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) dan Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih menggelar audiensi, Senin (29/5/2023).

Dalam audiensi itu, sejumlah lembaga tergabung Koalisi tersebut membahas soal Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023 dan PKPU Nomor 11 Tahun 2023, yang dinilai bertolak belakang dengan putusan MK.

Jubir MK Fajar Laksono mengatakan, dalam audiensi tersebut, lembaga tergabung Koalisi Sipil memberikan masukan terkait langkah apa yang perlu dilakukan MK.

"Mereka menginformasikan kepada kita, kira-kira harus seperti apa. Justru dalam audiensi tadi kita meminta masukan nih kalau memang yang dipahami oleh teman-teman koalisi seperti itu, apa yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi," kata Fajar, saat ditemui di Gedung MK, Senin (29/5/2023).

Untuk saat ini, Fajar menegaskan, permasalahan yang diajukan Koalisi Sipil belum dibahas.

Sebab, katanya, jika Koalisi Sipil ingin melakukan uji materil terhadap Pasal 11 ayat 6 PKPU 10/2023 dan Pasal 18 ayat 2 PKPU 11/2023 itu, MK meminta Koalisi Sipil menyampaikan detail kesimpulan dari permasalahan yang mereka ajukan untuk selanjutnya diajukan kepada Ketua Mahkamah Konstitusi.

"Para pihak diminta menyerahkan kesimpulan. Karena setelah ada kesimpulan, baru akan di RPH (Rapat Permusyawaratan Hakim) kan," ucapnya.

"Sesudah selesai dibahas (di RPH), diambil keputusan, kemudian drafting putusan. Putusannya siap, maka segera diagendakan sidang pengucapan putusan," sambungnya.

Lebih lanjut, Fajar mengatakan, secara normatif tidak ada batas waktu bagi Koalisi Sipil untuk menyerahkan kesimpulan tersebut.

"Kalau normatifnya enggak ada. Dipengujian Undang Undang itu MK tidak dibatasi waktu, tidak ada deadline untuk memutus," ungkapnya.

"Tetapi tentu di dalam pembahasan dan pengambilan keputusan, hakim punya pertimbangan sendiri kapan harus diputus," lanjut Fajar.

Terpisah, Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih menggelar audiensi dengan Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (29/5/2023).

Dalam audiensi itu, sejumlah lembaga tergabung Koalisi tersebut membahas soal Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) terkait masa jeda mantan narapidana (napi) untuk bisa ikut kembali kontestasi Pemilu.

Perwakilan koalisi sekaligus Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil mengungkapkan, aturan yang dianggap bermasalah itu adalah Pasal 11 ayat 6 PKPU 10/2023 dan Pasal 18 ayat 2 PKPU 11/2023 yang menyatakan ketentuan masa tunggu lima tahun tak berlaku bagi mantan napi yang mendapatkan hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik.

"Kami beraudiensi dengan MK dan diterima oleh Sekjen MK, terkait dengan berubahnya makna putusan MK oleh KPU terkait mantan terpidana yang boleh mencalonkan diri sebagai anggota legislatif," kata Fadli, kepada awak media di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin ini.

Baca juga: 2 Mantan Napi Korupsi Mendaftar Jadi Caleg DPRD Pandeglang

Fadli menilai, KPU melakukan pembangkangan, karena menghasilkan PKPU yang bertentangan dengan putusan MK.

Dijelaskan Fadli, apa yang diatur dalam PKPU sama sekali tidak ada dalam Putusan MK.

"Itu sama sekali tidak ada dalam putusan MK," katanya.

Ia menambahkan, aturan tersebut membuat beberapa mantan napi yang belum lima tahun masa jedanya, sudah bisa menyalonkan lagi.

"Dan karena ada Peraturan KPU itu, untuk beberapa orang yang berstatus mantan terpidana, belum selesai masa jedanya lima tahun sekarang sudah bisa mencalonkan diri sebagai caleg," jelasnya.

Oleh karena itu, kata Fadli, pihaknya mendorong MK memberikan peringatan kepada KPU karena dinilai tak menaati Putusan MK.

Terlebih aturan itu berpotensi menimbulkan masalah besar jelang Pemilu 2024.

"Kami meminta ke MK untuk memberikan peringatan kepada KPU karena tindakan. Melawan putusan MK itu adalah pelanggaran, serius secara konstitusional. Dan akibatnya akan luar biasa besar, hasil pemilu akan bermasalah," katanya.

Sebelumnya, Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari membantah tuduhan KPU menyelundupkan pasal yang bertentangan dengan Putusan MK di PKPU.

"KPU tidak menyelundupkan pasal, namun melaksanakan putusan MK," kata Hasyim dalam keterangan pers tertulis, Sabtu (27/5/2023).

"Sehubungan dengan tuduhan sejumlah pihak terhadap KPU dianggap menyelundupkan pasal dalam PKPU Pencalonan dan Juknis Pencalonan, penting untuk dijelaskan sebagai berikut: Pertama, bahwa telah terbit Putusan MK 87/PUU/-XX/2022," sambungnya.

Ia menegaskan, KPU membuat PKPU dengan merujuk ke Putusan MK sebagai sumber hukum.

Dijelaskan Hasyim, sebelum merancang PKPU, pihaknya telah melakukan prosedur uji publik, konsultasi kepada pembentuk undang-undang dalam hal ini DPR dan Pemerintah dalam forum Rapat Dengar Pendapat (RDP), serta harmonisasi dengan Kementerian hukum dan HAM.

Ia menjelaskan, Putusan MK Nomor 87/PUU/-XX/2022 menyatakan perkara uji materi Pasal 240 ayat (1) huruf g UU Pemilu. MK menyatakan norma Pasal itu bertentangan dengan UUD 1945.

Hasyim memaparkan simulasinya, mantan terpidana korupsi yang diputus pidana dengan ancaman lima tahun atau lebih, dan pidana tambahan pencabutan hak politik tiga tahun tetapi yang bersangkutan bebas murni (berstatus mantan terpidana) pada 1 Januari 2020.

Jika mendasar amar putusan MK Nomor 87/PUU-XX/2022, maka jeda waktu untuk dapat dipilih harus melewati lima tahun, sehingga jatuh pada 1 Januari 2025.

Namun oleh hakim pengadilan di lingkungan Mahkamah Agung (MA), dengan putusan pidana tambahan pencabutan hak politik selama tiga tahun, maka yang bersangkutan sejak bebas murni pada 1 Januari 2020 tentunya memiliki hak untuk dipilih pada 1 Januari 2023, sehingga ketentuan jeda waktu sesuai amar putusan MK tidak berlaku pada situasi ini.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved