Jumat, 3 Oktober 2025

Polisi Tembak Polisi

Mengenal Hukuman Mati, Vonis yang Dijatuhkan pada Ferdy Sambo

Berikut pengertian tentang hukuman mati yang dijatuhkan kepada terdakwa Ferdy Sambo dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J

Penulis: Pondra Puger Tetuko
Editor: Sri Juliati
freepik.com/Racool_studio
Ilustrasi Hukum - Berikut pengertian tentang hukuman mati yang dijatuhkan kepada terdakwa Ferdy Sambo dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J 

TRIBUNNEWS.COM - Terdakwa Ferdy Sambo divonis hukuman mati dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir Yousa Hutabarat atau Brigadir J.

Vonis Ferdy Sambo itu dibacakan oleh ketua majelis hakim sidang Wahyu Imam Santosa Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana mati," ujar kata Wahyu Iman Santoso, Senin (13/2/2023).

Setelah mendengar vonis hukuman mati, Ferdy Sambo terlihat langsung menunduk.

Lantas, apa itu hukuman mati?

Baca juga: Sosok Majelis Hakim yang Vonis Ferdy Sambo dengan Hukuman Mati

Hukuman Mati

Hukuman mati telah ada dan dikenal sejak zaman penjajahan Belanda yang berasal dari bahasa Belanda yakni doodstraf.

Lebih tepatnya pada kepemimpinan Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Henry Willem Daendels yang berkuasa di Indonesia tahun 1808.

Dikutip dari kemenkumham.sulsel, hukuman mati merupakan praktik pada suatu negara untuk membunuh seseorang sebagai hukuman atas suatu kejahatan.

Pemberian hukuman mati dilakukan kepada pelaku tindak pidana yang telah dinyatakan bersalah atas putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Hukuman Mati dalam KUHP

Hukuman mati ditolak banyak pihak karena merupakan sanksi yang sangat berat.

Pidana mati di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dikenal sebagai jenis sanksi pidana pokok dengan urutan pertama berdasarkan berat ringannya sanksi pidana.

Hukuman mati diatur dalam Pasal 11 jo Pasal 10 KUHP dan UU no 2/PPNS/1964.

Persiapan bagi Pelaku yang Dijatuhi Hukuman Mati

- Pidana mati dilaksanakan di suatu tempat di daerah hukum pengadilan yang menjatuhkan putusan dalam tingkat pertama (Pengadilan Negeri) dan dilaksanakan tidak di muka umum dan dengan cara sesederhana mungkin, kecuali ditetapkan lain oleh Presiden.

- Pidana mati yang dijatuhkan atas beberapa orang di dalam satu putusan perkara dilaksanakan secara serempak pada waktu dan tempat yang sama kecuali ditentukan lain.

- Dengan masukan dari jaksa, Kapolda di mana Pengadilan Negeri tersebut berada menentukan waktu dan tempat pelaksanaan pidana mati.

Baca juga: Hukuman Mati jadi Hadiah Ulang Tahun ke-50 Ferdy Sambo di PN Jakarta Selatan

- Untuk pelaksanaan pidana mati, Kapolda membentuk sebuah regu penembak yang terdiri dari seorang Bintara, 12 orang Tamtama, di bawah pimpinan seorang Perwira, semuanya dari Brimob.

Selama pelaksanaan pidana mati, mereka di bawah perintah jaksa.

- Menunggu pelaksanaan pidana mati, terpidana ditahan dalam penjara atau tempat lain yang khusus ditunjuk oleh jaksa.

- 3x24 jam sebelum pelaksanaan pidana mati, jaksa memberitahukan kepada terpidana tentang akan dilaksanakannya pidana mati tersebut.

- Apabila terpidana hendak mengemukakan sesuatu (keinginan atau pesan terakhir) maka dapat disampaikan kepada jaksa tersebut.

- Apabila terpidana hamil, maka pelaksanaan pidana mati baru dapat dilaksanakan 40 hari setelah anaknya dilahirkan.

Masih dari kemenkumham.sulsel, pidana pokok dalam Pasal 10 dalam KUHP terdiri atas pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan, pidana denda, dan pidana tutupan.

Sedangkan dalam RKUHP, pidana mati dikeluarkan dari jenis pidana pokok dan dimasukkan dalam pidana khusus alternatif.

RKUHP menetapkan pidana pokok terdiri dari pidana penjara, pidana tutupan, pidana pengawasan, pidana denda, dan pidana kerja sosial.

Diketahui, ada juga tiga pemikiran pokok mengenai pidana mati dari pidana pokok emnjadi pidana khusus alternatif.

Baca juga: Ibunda Peluk Foto Brigadir J dan Ucapkan Terima Kasih Usai Ferdy Sambo Divonis Mati: Puji Tuhan

1. Dilihat dari tujuan pemidanaan pidana mati hakikatnya bukan sarana utama atau pokok untuk mengatur, menertibkan, dan memperbaiki individu ataupun masyarakat.

Pemikiran ini membuat perspektif pidana mati hanya sarana pengecualian.

Maka hukuman mati diasumsikan sebagai sarana amputasi ataupun operasi di bidang kedokteran yang pada hakikatnya juga bukan obat utama tetapi hanya merupakan obat terakhir.

2. Adanya ketimpangan ide dalam monodualistik sebagai pidana khusus pada pidana mati.

Ide ini berorientasi pada keseimbangan kepentingan umum atau perlindungan masyarakat dan juga memperhatikan kepentingan atau perlindungan individu.

Dalam artian, di samping mengayomi masyarakat, pidana mati perlu memperhatikan kepentingan individu. Layaknya penundaan pelaksanaan pidana mati bagi wanita hamil dan orang sakit jiwa.

3. Adanya sifat extra-legal execution. Artinya disediakannya pidana mati dalam Undang-undang (UU) dimaksudkan untuk menghindari emosi masyarakat.

Pelaksanaan Hukuman Mati

Dalam pelaksanaan hukuman mati diatur menjadi beberapa tahap, antara lain:

1. Terpidana dibawa ke tempat pelaksanaan pidana dengan pengawalan polisi yang cukup.

2. Jika diminta, terpidana dapat disertai oleh seorang perawat rohani. Terpidana berpakaian sederhana dan tertib, biasanya dengan pakaian yang sudah disediakan di mana ada sasaran target di baju tersebut (di jantung).

3. Setibanya di tempat pelaksanaan pidana mati, komandan pengawal menutup mata si terpidana dengan sehelai kain kecuali jika terpidana tidak menghendakinya.

4. Terpidana dapat menjalani pidananya secara berdiri, duduk atau berlutut.

5. Setelah terpidana sudah berada dalam posisinya, maka regu penembak dengan senjata sudah terisi menuju ke tempat yang ditentukan. Jarak antara terpidana dengan regu penembak antara 5 sampai 10 meter.

6. Apabila semua persiapan telah selesai, maka jaksa memerintahkan untuk memulai pelaksanaan pidana mati.

7. Dengan menggunakan pedangnya sebagai isyarat, komandan regu penembak memberikan perintah supaya bersiap kemudian dengan mengarahkan pedangnya ke atas, dia memerintahkan regunya untuk membidik pada jantung terpidana dan dengan menyentakkan pedangnya ke bawah secara cepat, dia memberikan perintah untuk menembak.

8. Apabila masih terlihat tanda-tanda kehidupan, maka komandan regu segera memerintahkan kepada Bintara regu penembak untuk menembak terpidana menggunakan pistol tepat di atas telinga terpidana.

(Tribunnews.com/Pondra Puger, Garudea Prabawati)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved