Menteri PPPA Catat 8.276 Kasus Kekerasan Seksual terhadap Perempuan dan Anak Sepanjang 2021
I Gusti Ayu Bintang Puspayoga memaparkan soal data-data kasus kekerasan seksual pada tahun 2021.
Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Puspayoga memaparkan soal data-data kasus kekerasan seksual pada tahun 2021.
Tercatat ada 8.276 kasus kekerasan seksual baik terhadap perempuan maupun anak.
Dia menyebut bahwa angka-angka terebut merupakan fenomena gunung es yang harus ditemukan solusinya.
Berdasarkan data dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA), Bintang menyebut sepanjang 2021 ada 8.478 kasus kekerasan terhadap perempuan.
"Dengan kekerasan seksual sebanyak 1.272 kasus atau 15 persen kasus kekerasan terhadap perempuan adalah kekerasan seksual," kata Bintang dalam rapat kerja bersama Badan Legislasi DPR membahas RUU TPKS, Kamis (24/3/2022).
Baca juga: Penjelasan Ahli, Bagaimana Menandai Kemungkinan Anak Jadi Korban Kekerasan Seksual
Sementara, dikatakan Bintang, kekerasan terhadap anak angkanya lebih banyak lagi.
"Adapun kekerasan terhadap anak sebanyak 11.952 kasus, dengan kekerasan seksual sebanyak 7.004 kasus. Hal ini berarti 58,6 persen kasus kekerasan terhadap anak adalah kasus kekerasan seksual," kata dia.
Jika diakumulasikan maka terdapat 8.276 kasus kekerasan seksual baik terhadap perempuan maupun terhadap anak.
Kemudian, berdasarkan Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional pada tahun 2021, Bintang menyebut bahwa kekerasan seksual terhadap perempuan usia 15-64 tahun yang dilakukan oleh selain pasangan selama setaun terakhir meningkat prevalensinya.
"(Prevalensinya) dari 4,7 persen atau 1 dari 21 perempuan pada 2016 menjadi 5,2 persen atau 1 dari 19 persen pada tahun 2021," kata dia.
Kemudian masih dalam survei yang sama, Bintang mengatakan bahwa 4 dari 100 laki-laki usia 13-17 tahun dan 8 dari 100 perempuan usia 13-17 tahun di perkotaan pernah mengalami kekerasan seksual dalam bentuk apa pun di sepanjang hidupnya.
Sedangkan, dikatakan Bintang, 3 dari 100 laki-laki usia 13-17 tahun dan 8 dari 100 perempuan usia 13-17 tahun di pedesaan pernah mengalami kekerasan seksual dalam bentuk apa pun di sepanjang hidupnya.
"Data di atas tersebut merupakan fenomena gunung es, karena masih banyak kasus yang tidak dilaporkan. Hal ini menunjukan bahwa permasalahan yang terjadi sebenarnya lebih kompleks daripada yang terlihat di permukaan," kata Bintang.
Para korban, lanjutnya mengalami penderitaan fisik, mental, seksual, ekonomi, serta sosial yang berkepanjangan.
"Kekerasan seksual sebagai kejahatan yang serius membutuhkan solusi komperhensif," kata dia.
Sebelumnya, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dan pemerintah menggelar rapat kerja untuk membahas Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS), Kamis (24/3/2022).
Ketua Baleg DPR, Supratman Andi Agtas menjelaskan alasan mengapa pihaknya dan pemerintah baru memulai pembahasan ini.
"Kenapa ini jadwalnya terlalu lama ya pengesahan, semata-mata hanya karena soal mekanisme yang harus kita tempuh supaya kita menghindari cacat formil dari ketentuan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011," ujar Supratman di ruang rapat Baleg, Kompleks Parlemen Senayan.
Politikus Gerindra itu berharap rapat kerja ini merupakan jawaban DPR desakan publik soal RUU ini.
"Saya berharap mudah-mudahan dengan rapat kerja ini merupakan jawaban terkait dengan atensi publik yang begitu besar terhadap kelahiran Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual," kata Supratman.
Di kesempatan yang sama, Wakil Ketua Baleg DPR Abdul Wahid mengatakan, RUU TPKS akan menjadi jawaban atas permasalahan kekerasan seksual yang semakin banyak terjadi.
RUU TPKS, dikatakan Abdul, mengatasi kesulitan masyarakat untuk memperoleh keadilan hukum terkait kasus kekerasan seksual, karena selama ini belum ada undang-undang yang bersifat khusus dan berpihak pada korban kekerasan seksual.
"DPR sangat menaruh perhatian sehingga berinisiatif menyusun RUU TPKS ini," kata Wahid.
Diketahui, RUU TPKS telah disahkan menjadi inisiatif DPR RI dan dilakukan bersama pemerintah agar dapat disahkan menjadi produk undang-undang.