Tingkatkan Semangat Nasionalisme Warga Binaan, BPIP Luncurkan Perpustakaan Pancasila di Lapas
Salam Pancasila. Penjara bukan akhir perjalanan hidup. Bisa jadi justru tempat transformasi diri, bahkan perubahan bangsa.
TRIBUNNEWS.COM - Badan Pembinaan Ideologi Pancasia (BPIP) meresmikan Perpustakaan Pancasila di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Samarinda, Kalimantan Timur, Rabu (30/6/2021) siang.
Perpustakaan Pancasila di Lapas Kelas IIA Samarinda diresmikan Kepala BPIP Yudian Wahyudi dengan penandatanganan prasasti, serta sambutan diwakilkan oleh Direktur Sosialisasi, Komunikasi dan Jaringan BPIP M. Akbar Hadiprabowo.
Dalam acara peresmian, hadir Direktur Hubungan Antar Lembaga dan Kerjasama BPIP Elfrida Herawati Siregar, Kepala Divisi Kanwil Kemenkumham Kaltim, Kepala Lapas Samarinda Muhamad Ilham Agung Setyawan, dan Kepala UPT Pemasyarakatan Samarinda dan Tenggarong, serta pejabat Dinas Pendidikan Samarinda.
Perpusatakaan tersebut dilengkapi berbagai koleksi buku bacaan seperti biografi, kisah pahlawan nasional, novel, hingga komik bertema Pancasila yang bisa dimanfaatkan oleh warga binaan dan jajaran Pemasyarakatan (PAS) untuk menyuburkan kembali budaya literasi di Indonesia.
"Salam Pancasila. Penjara bukan akhir perjalanan hidup. Bisa jadi justru tempat transformasi diri, bahkan perubahan bangsa. Seperti yang dialami oleh Proklamator RI, Ir Soekarno. Menjadikan penjara sebagai tempat transformasi diri," tutur Akbar saat membacakan Sambutan Kepala BPIP di Perpustakaan Pancasila Lapas II A Samarinda.
Akbar menambahkan, Soekarno oleh Pemerintahan Belanda waktu itu dipaksa harus mendekam di Lapas Banceuy dan mencicipi sel Lapas Sukamiskin. Serta beberapa tempat pengasingan seperti di Ende, Bengkulu, Brastagi, Bangka dan Boven Digoel. Memang getir, tapi Soekarno ikhlas.
"Beliau malah makin rajin beribadah, membaca buku, mempelajari Islam dan Al-Quran. Di Pulau Ende, Sukarno sukses menggali nilai-nilai luhur Pancasila. Tanpa renungan Soekarno di tempat pengasingan, tidak akan ada Indonesia," terang mantan Jubir Ditjen PAS dan Karutan Rangkasbitung ini.
Akbar juga menekankan kehadiran Perpustakaan Pancasila diharapkan mampu mengubah cara pikir warga binaan agar kelak setelah bebas tidak mengulangi kesalahan yang sama.
Ia juga menjelaskan, penelitian oleh Rand Corporation pada 2013, menyebutkan warga binaan yang mendapatkan pendidikan jauh lebih kecil kemungkinannya terjeblos kembali ke penjara dan lebih besar kemungkinan mendapatkan pekerjaan.
Akbar menambahkan, banyak negara di dunia memanfaatkan buku sebagai salah satu cara untuk mengubah pribadi warga binaan agar menjadi lebih baik. Ia mencontohkan, di Iran, hakim bisa menjatuhkan hukuman kepada pelanggar hukum dengan memerintahkan mereka untuk membeli lima buku, membuat tulisan review tentang buku-buku itu, dan mengirim buku tersebut ke penjara. Di Italia dan Brazil misalnya, warga binaan yang menyelesaikan satu buku bisa mendapatkan remisi beberapa hari.
"Apakah membaca buku bisa diusulkan untuk mengurangi hukuman adalah soal lain. Hal yang ingin saya tekankan membaca memiliki magic yang bisa mengubah diri kita dan warga binaan. Apalagi, salah satu pangkal masalah terbesar dalam sistem peradilan kriminal kita adalah rendahnya literasi," terang dosen Politeknik Ilmu Pemasyarakatan ini.
BPIP berharap, perpustakaan akan mendorong lebih banyak warga binaan yang Pancasilais karena memiliki kemampuan berintegrasi sosial yang semakin baik.
"Saya acungkan dua jempol untuk Pimpinan Kemenkumham Kaltim dan jajaran Lapas Samarinda atas inovasi Perpustakaan Pancasila. Semoga inisiatif perpustakaan bisa menggelinding menjadi gerakan nasional yang bisa ditiru oleh Lapas lain di seluruh Indonesia," tuntas Akbar.
Sementara itu, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Kalimantan Timur Sofyan juga memberikan apresiasi kepada BPIP. Ia menilai, kehadiran Perpusatakaan Pancasila merupakan wujud dari kolaborasi antar lembaga sesuai dengan visi-misi kebangsaan Presiden Joko Widodo.
"Kunci utama adalah kolaborasi. Menyingkirkan ego sektoral, antara kementerian dan lembaga negara," ujar Sofyan.
Dia khawatir dengan situasi bangsa saat ini. Di mana mulai terkikis ekspansi budaya asing yang negatif. Pancasila harga mati, wawasan kebangsaan perlu disegarkan.
"Saya ingat betul waktu dididik BP7 (Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila). Saya juga ingat waktu ikut menyeleksi CPNS. Pada lupa sila-sila Pancasila, ingatnya lagu-lagu Barat. Semoga ide Perpustakaan Pancasila perdana ini bisa masif dan berguna. Bukan hanya di lingkungan kami, juga masyarakat," tandas Sofyan.