Kasus Djoko Tjandra
Djoko Tjandra Divonis 2,5 Tahun Penjara, Kuasa Hukum Masih Pikir-pikir Ajukan Banding
Putusan hakim lebih berat ketimbang tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang menuntut 2 tahun.
Miscarriage of justice dan korban ketidakadilan yang ia maksud, merujuk pada Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Penuntut Umum Kejari Jakarta Selatan yang kemudian dikabulkan Mahkamah Agung berdasarkan Putusan Mahkamah Agung R.I Nomor: 12/PK/Pid.Sus/2009 tanggal 11 Juni 2009.
Padahal kata dia, PK yang diajukan Jaksa Kejari Jakarta Selatan melanggar hukum sebagaimana Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No.04/BUA.6/HS/III/2014 tanggal 28 Maret 2014.
Dalam Lampiran Surat Edaran Mahkamah Agung tersebut dinyatakan pada butir 3 bahwa jaksa tidak diperbolehkan mengajukan PK. Sebab yang berhak diatur dalam KUHAP Pasal 263 ayat (1).
Lalu Djoko Tjandra menjelaskan sengaja kembali ke Indonesia setelah menetap lama di luar negeri karena ingin mengajukan PK terhadap putusan Mahkamah Agung R.I Nomor : 12/PK/Pid.Sus/2009 tersebut. PK disebut sebagai jalan hukum satu - satunya.
"Dan untuk itu saya harus mengajukan permohonan Peninjauan Kembali. Apakah itu merupakan niat yang jahat?," ucapnya.
Namun ia mengaku tidak paham apa saja yang diperlukan untuk pengajuan PK. Oleh karena itu dirinya merekrut Anita Dewi Kolopaking sebagai advokatnya, dan temannya, Tommy Sumardi.
Djoko Tjandra tidak tahu bagaimana Anita dan dengan siapa saja ia mengurus segala keperluan pengajuan PK itu.
Ia mengaku tak kenal dengan Brigjen Prasetijo Utomo, dan Irjen Napoleon Bonaparte.
Selaras dengan itu, ia menyebut fakta dalam persidangan juga menunjukkan bahwa dirinya tak tahu menahu, bahkan tak pernah bertemu dengan kedua saksi.
"Fakta-fakta dalam persidangan Perkara ini menunjukkan dan membuktikan bahwa sebelum saya pulang ke Indonesia saya tidak pernah bertemu dan tidak mengenal saksi-saksi," kata Djoko Tjandra.