Minggu, 5 Oktober 2025

UU Cipta Kerja

MK Terima Gugatan Omnibus Law UU Cipta Kerja dari Buruh dan Karyawan Kontrak

MK menerima permohonan uji materi Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja dari seorang buruh dan karyawan kontrak.

Glery Lazuardi
Juru Bicara MK, Fajar Laksono 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menerima permohonan uji materi Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja dari seorang buruh dan karyawan kontrak.

Kedua orang tersebut berasal dari Dewan Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Singaperbangsa (DPP FSPS).

"Iya, sudah ada 2 permohonan diajukan. Silakan cek dan cermati permohonannya di laman MK, mkri.id," kata Juru Bicara MK Fajar Laksono kepada Tribunnews.com, Selasa (13/10/2020).

Baca juga: Dibongkar Isi Percakapan WA 8 Pentolan KAMI, Polisi: Pantas di Lapangan Terjadi Anarki

Penggugat pertama adalah Dewa Putu Reza yang mengaku sebagai karyawan kontrak di sebuah perusahan.

Kemudian penggugat kedua ialah Ayu Putri yang mengaku sebagai freelance.

Fajar mengatakan, permohonan dari dua  masih diproses untuk diregistrasi.

Selanjutnya, MK akan menggelar sidang pendahuluan paling lama 2 pekan sejak permohonan teregistrasi.

Baca juga: Massa Tutup Jembatan Jatibaru Tanah Abang Setelah Dipukul Mundur Polisi Dari Perempatan BI

"Paling lama 14 hari sudah harus diagendakan sidang pertama, paling lama ya itu. Berarti bisa lebih cepat dari itu," kata Fajar.

Gugatan pertama yang diajukan Dewa Putu Reza dan Ayu Putri telah diterima panitera MK dengan nomor 2034/PAN.MK/X/2020.

Dalam gugatannya, Reza dan Ayu mengajukan gugatan terhadap Pasal 59, Pasal 156 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 79 ayat (2) huruf b, dan Pasal 78 ayat (1) huruf b klaster Ketenagakerjaan UU Cipta Kerja.

Menurut Dewa dan Ayu, pasal-pasal yang digugat mengatur mengenai penghapusan batas waktu perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), penghapusan ketentuan minimal dalam memberikan pesangon, serta penghapusan ketentuan istirahat mingguan dan penambahan waktu jam lembur yang mengakibatkan hilangnya perlindungan hukum yang adil bagi para pekerja.

"Dengan diberlakukannya UU Cipta Kerja yang meniadakan batas waktu PKWT telah menghalangi pekerja kontrak untuk dapat menjadi pekerja tetap yang berhak atas pemberian pesangon, dan/atau uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak," ujar Reza dan Ayu dalam permohonannya.

Sehingga keduanya meminta MK agar menyatakan pasal-pasal yang digugat bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Sementara permohonan kedua diajukan DPP FSPS yang diwakili Ketua Umumnya Deni Sunarya dan Sekretaris Umum Muhammad Hafiz.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved