Jumat, 3 Oktober 2025

Muncul Hoax Soal UU Omnibus Law Ciptaker, Banggar DPR Khawatir Motifnya Memprovokasi Buruh

MH Said Abdullah menyesalkan terjadinya banyak miss informasi di masyarakat paska Undang-Undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) disahkan menja

Editor: Hasanudin Aco
ist
Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR, MH Said Abdullah. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR, MH Said Abdullah menyesalkan terjadinya banyak miss informasi di masyarakat paska Undang-Undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) disahkan menjadi UU.

Bahkan pembelokan informasi paling massive terjadi pada klaster ketenagakerjaan yang disinyalir motifnya untuk memprovokasi kalangan buruh.

Padahal, semangat dari UU ini memberikan perlindungan secara komprehensif terhadap pekerja.

Menurut Said, penyesatan informasi ini sangat berbahaya bahkan menimbulkan gejolak ditengah tengah masyarakat.

Karena itu, dia meminta semua elemen menahan diri agar tidak menjadi corong penyebaran hoax soal UU Ciptaker ini.

“Stop penyebaran hoax untuk memprovokasi kalangan buruh. Ini sangat mengganggu produktivitas kita dalam bekerja untuk memulihkan ekonomi sebagai akibat dampak dari pandemi covid19,” tegas Said di Jakarta, Rabu (7/10/2020).

Baca: KSP: UU Cipta Kerja Tidak Bisa Memuaskan Semua Pihak

Said memastikan UU Ciptaker memberikan perlindungan yang komprehensif bagi tenaga kerja.

Bahkan, untuk pekerja kontrakpun diberikan kompensasi pemutusan hubungan kerja (PHK). Ini bentuk perlindungan kepada para tenaga kerja.

“Saya pastikan, UU Ciptaker membuat para tenaga kerja akan banyak terbantu,” ujarnya.

Dalam keterangannya, politisi Senior PDIP ini, menyampaikan 10 point guna meluruskan miss informasi mengenai UU Ciptaker ini;

Pertama, Tidak benar bahwa tidak ada status karyawan tetap, dan perusahaan bisa melakukan PHK kapanpun.

Ketentuan dalam Pasal 151 Bab IV Undang Undang Ciptaker memberikan mandate yang jelas bahwa Pemerintah, Pengusaha dan Serikat Pekerja mengupayakan tidak terjadi PHK.

Bila akan melakukan PHK ketentuannya diatur dengan tahap yang jelas, harus melalui pemberitahuan ke pekerja, perlu ada perundingan bipartid, dan mekanisme penyelesaian hubungan industrial.

“Jadi tidak serta merta langsung bisa PHK,” terangnya.

Pasal 153 Bab IV UU Ciptaker juga mengatur pelarangan PHK dikarenakan beberapa hal misalnya; berhalangan kerja karena sakit berturut turut selama 1 tahun, menjalankan ibadah karena diperintahkan agamanya, menikah, hamil, keguguran kandungan, menyusui, memiliki pertalian darah dengan pekerja lainnya di satu perusahaan, menjadi anggota serikat pekerja, mengadukan pengusaha kepada polisi karena yang bersangkutan melakukan tindak kejahatan, berbeda agama, jenis kelamin, suku, aliran politik, kondisi fisik, keadaaan cacat karena sakit atau akibat kecelakaan.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved