Pilkada Serentak 2020
Mendagri: Konser Musik Saat Kampanye Boleh, Tapi Virtual
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian masih memperbolehkan penyelenggaraan konser pada tahapan Kampanye Pilkada 2020.
Laporan Wartawan Tribunnews, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian masih memperbolehkan penyelenggaraan konser pada tahapan Kampanye Pilkada 2020.
Namun, ia menegaskan penyelenggaraan konser musik yang diperbolehkan adalah yang dilakukan secara virtual.
“Sabtu besok, masuk masa kampanye, konser dan lain-lain saya minta nggak ada. Boleh konser, boleh musik, tapi virtual. (Konser) fisik tidak (boleh)," kata Tito dalam Rakor Penyelenggaraan Pilkada secara virtual, Selasa (22/9/2020).
Baca: 4 Alasan Presiden Jokowi Tetap Lanjutkan Pelaksanaan Pilkada Serentak 2020
Sebelumnya eks Kapolri itu pernah mengungkapkan keberatan aturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang memperbolehkan konser saat kampanye Pilkada 2020.
Karena itu, pihaknya membuat surat langsung kepada KPU terkait keberatan tersebut.
"Saya tidak setuju ada rapat umum, konser apalagi, saya tidak sependapat maka saya membuat surat langsung ke KPU," kata Tito
Ia menegaskan kerumunan yang melibatkan massa banyak di setiap tahapan pemilihan kepala daerah (Pilkada), terutama saat kampanye harus dibatasi.
Baca: Anggaran Melonjak Rp 20,46 Triliun Jika Pilkada Serentak Jadi Digelar
"Apapun bentuknya, harus dibatasi semaksimal mungkin," katanya.
Kemendagri merasa keberatan jika ada kerumunan massa.
Namun bukan berarti secara umum melarang atau membatasi semua kerumunan.
Karena menurutnya itu akan menguntungkan petahana Pilkada dan akan membuat non-petahana merasa dirugikan.
Baca: Mendagri Ungkap Alasan Mengapa Pilkada Serentak Tetap Dilanjutkan Desember
"Non petahana tentu ingin popularitas dan elektabilitasnya naik. Maka diberikan ruang yang disebut rapat terbatas," kata Tito
Tito mendorong adanya kampanye yang dilakukan secara virtual atau daring, seperti yang diusulkan Ketua MPR Bambang Soesatyo.
Hal itu menurutnya akan menjadi peluang untuk event organizer kampanye dalam mengadakan konser secara virtual.
“Nah, memang ada hambatan yang tidak memiliki saluran komunikasi yang baik, tapi ada RRI, ada TVRI yang bisa tembus dan di beberapa daerah hijau masih bisa dilakukan kampanye terbatas," kata Mendagri.
Rapat kerja yang digelar Komisi II DPR, KPU, Kemendagri, Bawaslu kemarin telah menyepakati revisi PKPU Nomor 10 Tahun 2020 tentang perubahan atas PKPU Nomor 6 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pilkada dalam Kondisi Bencana Non Alam.
Diantaranya ditekankan untuk melarang pertemuan yang melibatkan massa banyak dan kerumunan, seperti rapat umum, konser, dan arak-arakan, termasuk mendorong pelaksanaan konser secara virtual.
Selain itu juga mendorong penggunaan masker, hand sanitizer, sabun, dan alat pelindung kesehatan lainnya sebagai media kampanye.
Terkait dengan pengaturan tata cara pemungutan suara, khususnya untuk pemilih yang berusia rentan terhadap Covid-19, pengaturan rekapitulasi hasil pemungutan suara melalui e-rekap.
4 Alasan Presiden Jokowi Tetap Lanjutkan Pelaksanaan Pilkada
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menjelaskan alasan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tetap melanjutkan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 .
Pertama, menurut Mahfud yakni menjamin hak konstitusional rakyat untuk dipilih dan memilih sesuai dengan agenda yang telah diatur dalam undang-undang dan atau dalam berbagai peraturan perundang-undangan.
Kedua, pandemi Covid-19 belum bisa diketahui kapan akan berakhir.
Baca: Anggaran Melonjak Rp 20,46 Triliun Jika Pilkada Serentak Jadi Digelar
Karena itu, apabila Pilkada ditunda sampai Pandemi selesai, maka akan menimbulkan ketidakpastian.
"Karena tidak ada satupun orang atau lembaga yang bisa memastikan kapan Covid-19 akan berakhir. Di negara-negara yang serangan Covid-19 lebih besar seperti Amerika sekalipun Pemilu juga tidak ditunda. diberbagai negara juga berlangsung, pemilu tidak ditunda," kata Mahfud MD saat membuka rapat koordinasi bersama KPU dan seluruh Sekjen partai politik, Selasa (22/9/2020).
Ketiga, Presiden juga menurut Mahfud tidak ingin daerah yang menggelar Pilkada hanya dipimpin pelaksana tugas alias Plt dalam waktu bersamaan.
Baca: KPU Finalisasi Draf Revisi PKPU Tentang Penyelenggaraan Pilkada Saat Pandemi Covid-19
Karena Plt itu tidak boleh mengambil kebijakan-kebijakan strategis.
"Sedangkan situasi sekarang di dalam Covid-19 kebijakan-kebijakan strategis yang berimplikasi pada penggerakan birokrasi dan sumber daya lain seperti dana itu memerlukan pengambilan keputusan dan langkah-langkah yang sifatnya strategis," katanya.
Baca: Jika Pilkada Tak Ditunda, Epidemiolog Minta KPU Rombak Aturan: Hilangkan Pertemuan Tatap Muka
Keempat, menurut Mahfud, pemerintah telah menunda Pilkada sebelumnya dari 23 September ke 9 Desember.
Karena itu, yang harus dilakukan sekarang adalah mengantisipasi masifnya penyebaran Covid-19, bukan menundanya lagi.
"Penundaan sebenarnya sudah pernah dilakukan untuk menjawab suara-suara masyarakat yang menginginkan tunda itu. Nah yang diperlukan sekarang sebagai antisipasi masih masifnya penularan Covid-19 seperti dikhawatirkan baik oleh pemerintah maupun oleh kelompok atau masyarakat yang menginginkan agar ditunda yang diperhatikan sama yaitu masifnya penularan Covid-19," katanya.