Soal Pembelajaran Jarak Jauh, Menteri Nadiem Diminta Banyak Turun Lapangan
Banyak guru dan siswa yang hanya kaku melakukan pembelajaran hanya untuk menyelesaikan silabus kurikulum.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi X DPR Ferdiansyah angkat bicara kondisi sektor pendidikan saat ini yang terimbas sangat dalam akibat Covid-19.
Menurut dia, kebijakan yang diambil pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan belum sepenuhnya dapat menjadi solusi untuk hadirkan sistem pendidikan yang nyaman dan terjangkau bagi masyarakat di tengah pandemi.
Salah satunya, sistem pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang menurutnya, malah dikeluhkan banyak pihak.
Baca: Politikus PAN: Boleh Buka Kelas di Zona Kuning, Tapi Mendikbud Harus Tetap Serius Benahi PJJ
"Kita berharap supaya PJJ ini jangan menjadi kebijakan tetap tapi harus disesuaikan dengan situasi masing-masing daerah. Situasi inikan macam-macam, mulai dari situasi penyebaran Covid-19 itu sendiri, kondisi ekonomi, sosial, budaya, termasuk gurunya karena ternyata bagi guru ini juga problem," kata Ferdiansyah saat menjadi pembicara dalam acara Coaching Clinic Pendidikan Politik Partai Golkar bertajuk "Memberi Pengetahuan Mengenai Peran dan Teknik Optimalisasi Media Massa dan Media Sosial termasuk Sosialisasi Anti Hoax" di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (11/8/2020).
Ferdi, sapaan akrab Ferdiansyah, mengatakan PJJ belum menjadi budaya dalam proses belajar mengajar di Indonesia.
Banyak guru dan siswa yang hanya kaku melakukan pembelajaran hanya untuk menyelesaikan silabus kurikulum.
Baca: Gawai dan Kuota Jadi Masalah PJJ, Wagub DKI Harap Keterbatasan Tak Dijadikan Rintangan
Karena itu, Komisi X DPR tidak akan mendukung kebijakan ini sebagai kebijakan kebijakan permanen di masa pandemi Covid-19.
Apalagi dia melihat, banyak hambatan dan tantangan dari sistem pembelajaran yang masih terbilang baru ini di masyarakat.
Sebab kebijakan PJJ ini, menurutnya, justru melahirkan banyak persoalan baru di sektor pendidikan mulai dari persoalan biaya internet, konektifitas internet, listrik hingga ketersediaan perangkat belajar.
"Karena PJJ ini bisa high risk sesungguhnya. Konektifitas tidak usah diomongin, pulsa sudah hancur semua, artinya sekolah juga belum sepenuhnya siap. Lihat saja SD Kelas 1 sampai kelas 3 saja tidak mungkin tahan duduk di komputer 2 jam," jelas dia.
Politisi senior Partai Golkar ini lalu mengisahkan pengalamannya melakukan diskusi daring dengan salah satu profesor perguruan tinggi mengenai dampak PJJ.
Saat itu dia mengajak diskusi untuk uji daya tahan terhadap dampak sistem PJJ ini kepada siswa. Padahal guru besar ini awalnya mendukung kebijakan PJJ ini.
Baca: Fahri Hamzah: PJJ Banyak Dampak Negatifnya
"Dia bilang Pak Ferdi ini lama banget 2 jam. Padahal yang ngomong itu profesor.Kalau profesor saja begitu, bagaimana dengan anak-anak. Akhirnya Prof itu ngomong tidak tepat PJJ ini. Karena itu Komisi X bersikap tidak akan menetapkan PJJ ini menjadi model pembelajaran yang tetap tapi disesuaikan dengan sikon," katanya.
Bukan hanya itu, dia mendapati Sistem PJJ ini malah membebani orang tua siswa yang secara ekonomi masih sangat pas-pasan.