Kasus Novel Baswedan
Rocky Gerung: Kita Sepakat Memulai Satu Gerakan Melindungi Mata Publik dari Air Keras Kekuasaan
Rocky Gerung menilai tuntutan jaksa terhadap pelaku penyiraman keras kepada penyidik KPK Novel Baswedan adalah bentuk ketidakadilan terhadap publik.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Akademisi Rocky Gerung menilai tuntutan jaksa terhadap pelaku penyiraman keras kepada penyidik KPK Novel Baswedan adalah bentuk ketidakadilan terhadap publik.
Menurut Rocky Gerung, tuntutan jaksa tersebut sangat irasional.
Sehingga dilambangkan sebagai siraman air keras terhadap keadilan dan publik.
"Jadi yang berbahaya hari ini, tuntutan jaksa itu adalah air keras baru buat mata publik, buat mata keadilan. Nah itu yang kita mau halangi, supaya jangan mata publik jadi buta karena tuntutan jaksa yang irasional, jadi itu sebetulnya," ujar Rocky usai menyambangi rumah Novel di Jalan Deposito, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Sabtu (14/6/2020).
Rocky bersama sejumlah tokoh membentuk gerakan New Kawanan Pencari Keadilan (KPK) yang menjaga keadilan untuk publik.
"Karena itu, teman-teman undang saya ke sini dan kita saling sepakat buat memulai satu gerakan untuk melindungi mata publik dari air keras kekuasaan, itu intinya," ungkap Rocky.
Seperti diketahui, Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulete, dua terdakwa penganiayaan Novel Baswedan dituntut pidana penjara selama 1 tahun.
Mereka masing-masing melakukan tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan luka berat seperti yang diatur dan diancam pidana dalam Pasal 353 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sesuai dakwaan subsider Jaksa Penuntut Umum.
Banyak tamu
Diberitakan sebelumnya, penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan menerima kunjungan sejumlah pihak di kediamannya, Jakarta, Minggu (14/6/2020).
Mereka yang menyambangi Novel salah satunya pengamat hukum tata negara, Refly Harun.
Ia datang untuk memberi dukungan kepada Novel terkait kasus penyerangan terhadap dirinya yang diproses di persidangan.
"Saya datang mewakili pribadi. Karena diundang ya saya datang. Tujuannya memang menunjukkan concern ya kan. Karena ini masalah menurut saya masalah hukum yang penting. Sebagai orang hukum saya pingin tahu duduk persoalannya," kata Refly saat dihubungi, Minggu (14/6/2020).
-
Baca: Eks Pimpinan KPK: Peradilan Novel Baswedan Sesat Jika Tak Bisa Temukan Siapa Dalang Penyerangan
Dalam kunjungannya itu, ia menanyakan apakah Novel yakin kedua terdakwa yang menyiram air keras ke mukanya.
Menurut Refly, Novel ragu kedua terdakwa itu yang menyiram air keras ke mukanya.
Ia menilai, kedua terdakwa harus dibebaskan dari tuntutan jika memang bukan pelaku sebenarnya.
Namun, keduanya harus diperiksa lebih jauh agar otak penyerangan Novel terungkap.
"Saya tanya, yakin enggak bahwa yang terdakwa itu pelaku yang sesungguhnya? Novel sendiri mengatakan tidak yakin.
Nah, kalau menurut saya, kalau memang mereka bukan pelaku yang sesungguhnya. Saya bilang ya mestinya mereka dibebaskan dari segala tuntutan," ujar Refly.
"Jadi jangan sampai kemudian hakim jadi pahlawan yang enggak benar. Masyarakat menganggap misalnya minta hukuman lebih, dihukumlah lebih dari tuntutan. Entah empat tahun entah tiga tahun. Atau misalnya maksimal," kata dia.
Mereka juga tetap bisa dihukum dengan delik memberi keterangan palsu dan menghalangi proses hukum.
"Bukan berarti mereka kemudian bukan tidak bisa diselidiki, disidik lagi. Mereka kan kalau memang secara sengaja melakukan penyesatan begitu berarti kan mereka melakukan tindak pidana yang lain ya. Menghalangi proses peradilan termasuk membohongi dan lain sebagainya," papar Refly.
Diberitakan sebelumnya, dua terdakwa kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan, Rahmat Kadir Mahulette dan Rony Bugis dituntut hukuman satu tahun penjara.
Rahmat dianggap terbukti melakukan penganiayaan dengan perencanaan dan mengakibatkan luka berat pada Novel karena menggunakan cairan asam sulfat atau H2SO4 untuk menyiram penyidik senior KPK itu.
Sementara itu, Rony dianggap terlibat dalam penganiayaan karena ia membantu Rahmat dalam melakukan aksinya.
Menurut jaksa, Rahmat dan Ronny menyerang Novel karena tidak tidak suka atau membenci Novel Baswedan karena dianggap telah mengkhianati dan melawan institusi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).
"Seperti kacang pada kulitnya, karena Novel ditugaskan di KPK padahal dibesarkan di institusi Polri, sok hebat, terkenal dan kenal hukum sehingga menimbulkan niat terdakwa untuk memberikan pelajaran kepada Novel dengan cara membuat Novel luka berat," ujar jaksa seperti dikutip dari Antara.
Atas perbuatannya itu, Rahmat dan Ronny dituntut dengan Pasal 353 KUHP Ayat (2) jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sumber: Tribunnews.com/Kompas.com
Artikel ini sebagian telah tayang di Kompas.com dengan judul "Temui Novel Baswedan, Refly Harun: Jangan sampai Hakim Jadi Pahlawan Enggak Benar"