Uji Materi UU Pemilu ke MK, Paranormal Ki Gendeng Pamungkas Berniat Nyapres Lewat Jalur Independen
Ki Gendeng Pamungkas ingin mencalonkan diri sebagai kepala negara melalui jalur perseorangan bukan dari jalur partai politik
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pararnormal Ki Gendeng Pamungkas mempunyai keinginan untuk mencalonkan diri sebagai calon presiden dan atau wakil presiden Republik Indonesia.
Ia ingin mencalonkan diri sebagai kepala negara melalui jalur perseorangan bukan dari jalur partai politik atau gabungan partai politik.
Atas dasar itu, dia mengajukan permohonan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Baca: Cegah PHK, Warga Berusia di Bawah 45 Tahun Akan Diberi Kelonggaran Beraktivitas
Baca: Pembunuhan Syarifuddin Ternyata Dipicu Masalah Utang Rp 400 Ribu
Permohonan itu diterima pihak MK melalui aplikasi Simpel, aplikasi untuk mengajukan permohonan elektronik secara online, pada Minggu (10/5/2020).
Tonin Tachta, kuasa hukum Ki Gendeng Pamungkas, mengatakan pemohon merasa perlu untuk
diberikan hak konstitusi akibat norma undang-undang yang tidak memberikan ruang kepadanya menjadi
Calon Presiden atau Wakil Presiden.
"Sehingga mengajukan pendiriannya tersebut ke Mahkamah Konstitusi dalam suatu PUU guna menyatakan tidak sah norma yang gelap sehingga menjadi norma yang terang membuka jalan mencalonkan dirinya sebagai Calon Presiden atau Wakil Presiden pada pemilihan berikutnya," kata Tonin Tachta, pada dokumen pengajuan permohonan uji materi, seperti yang dipublikasikan pihak MK, Senin (11/5/2020).
Dia mengungkapkan sejumlah pasal di Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum
yang diuji materi.
Pasal tersebut, yaitu Pasal 1 angka 28, Pasal 221, Pasal 222, Pasal 225 ayat (1), Pasal 226 ayat (1),
Pasal 230 ayat (2), Pasal 231 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), Pasal 237 ayat (1), ayat (3), Pasal 238 ayat
(1), ayat (3), Pasal 269 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 427 ayat (4) UU Pemilu.
Tonin menjelaskan, pencalonan melalui jalur independen untuk menjadi Calon Presiden dan atau Wakil
Presiden harus dibuka.
Berdasarkan UU Pemilu, kata dia, hanya partai politik atau gabungan partai politik yang boleh mencalonkan.
Menurut dia, Ki Gendeng Pamungkas beralasan tidak ingin maju dari jalur partai atau gabungan partai
karena berakibat sumpah sebagai Presiden dan atau Wakil Presiden sebatas di mulut karena hanya
akan sebagai pekerja partai dan tunduk kepada ketua partai dan atau anggota/kader/pengurus partai
sehingga akan menyulitkan mengamalkan pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila.
Baca: Doni Monardo 9 Pekan Tidur di Kantor
Baca: Fakta Suami Nekat Gergaji Istri, Pelaku Lompat dari Lantai 2, Sempat Sempoyongan Lalu Meninggal
"Pemohon mengakui niat maju menjadi Calon Presiden dan/atau Wakil Presiden setelah dibukanya
ruang tersebut setelah menghitung angka kelahiran kebangkitan sejarah Indonesia tahun 1928, 1945,
1966, 1998, dan sekarang 2020," kata dia.
Selama ini, Ki Gendeng Pamungkas telah menggunakan hak demokrasi dengan memilih anggota DPR
dan DPD pada setiap pemilihan umum.
Memicu Polarisasi
Ki Gendeng Pamungkas juga menilai aturan pencalonan Presiden dan Wakil Presiden di Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menimbulkan polarisasi di masyarakat.
