Ombudsman Tengah Telaah Laporan Evi Novida
Anggota Ombudsman RI Alamsyah Saragih menerangkan, laporan Evi diterima oleh Pengaduan Masyarakat (Dumas).
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ombudsman RI sudah menerima laporan yang diantarkan Evi Novida.
Evi melapor ke lembaga pengawasan itu lantaran tak terima dipecat sebagai Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Anggota Ombudsman RI Alamsyah Saragih menerangkan, laporan Evi diterima oleh Pengaduan Masyarakat (Dumas). Katanya, jika verifikasi awal selesai, maka laporan itu akan dibawa ke pleno paling lambat dalam 14 hari.
Baca: Virus Corona Bikin Penumpang MRT Turun Drastis, di Akhir Pekan Cuma 5.000-an Orang
"Kecuali jika dipandang perlu ada treatment tertentu mungkin akan ada surat dari kami untuk tak ada tindakan administratif dulu oleh para pihak terkait," kata Alamsyah saat dimintai konfirmasi, Selasa (24/3/2020).
Baca: Terjangkit Virus Corona, Paulo Maldini Dapat Dukungan dari Fransesco Totti, Carles Puyol hingga Kaka
Sebagaimana diketahui, dalam pelaporannya, Evi menduga adanya maladministrasi dalam putusan DKPP yang memberhentikannya dari keanggotaan KPU.
Evi bersama-sama dengan Ketua KPU Arief Budiman, Anggota KPU RI Pramono Ubaid Tanthowi dan Ilham Saputra, menyampaikan beberapa poin dugaan maladministrasi dalam pengambilan keputusan DKPP kepada Ombudsman yang diterima oleh Anggota Ombudsman Alamsyah Saragih.
Fadli, kuasa hukum Evi, berharap Ombudsman dapat menindaklanjuti laporan ini. Evi, kata Fadli, berharap Ombudsman merekomendasikan agar Presiden, Joko Widodo (Jokowi) menunda melaksanakan putusan DKPP yang memecat Evi.
"Kami berharap Ombudsman RI dapat mengeluarkan rekomendasi kepada Presiden RI, supaya demi hukum menunda pelaksanaan Putusan DKPP dimaksud," kata Fadli lewat keterangan tertulis, Selasa (24/3/2020).
Dalam laporannya, Evi menyatakan pengadu yakni caleg DPRD Kalimantan Barat dari Partai Gerindra Hendri Makaluasc telah mencabut aduannya kepada DKPP secara lisan dan tertulis.
Pencabutan aduan ini disampaikan Hendri pada sidang pendahuluan 13 November 2019 atau sebelum dalil-dalil dalam pokok pengaduannya dibacakan di hadapan persidangan.
Untuk itu, Evi menilai pengaduan Hendri seharusnya dinyatakan gugur dan batal demi hukum. Selain itu, Evi menilai proses pembuktian menjadi tidak sempurna dan cacat hukum.
Hal ini lantaran meski DKPP memutuskan sidang tetap dilanjutkan pada persidangan kedua pada 17 Januari 2020 dengan agenda pembuktian, Hendri tidak hadir lagi dan tidak ada pihak yang membuktikan pokok perkara dengan alat bukti maupun saksi. Padahal, terdapat asas hukum 'siapa yang mendalilkan maka dialah yang membuktikan'.
Sementara tanpa dihadiri Hendri, dugaan pelanggaran kode etik yang ditujukan kepada KPU, tidak ada lagi pihak yang dapat membuktikannya.
Tak hanya itu, Evi menyatakan tidak pernah menghadiri persidangan DKPP karena alasan dinas dan kesehatan (operasi) yang bersamaan dengan jadwal sidang DKPP. Sehingga secara pribadi sebagai pihak yang diputus telah melanggar kode etik, Evi tidak pernah diperiksa dan memberikan jawaban dalam persidangan.