Dipecat DKPP, Evi Novida Kirim Surat ke Presiden Jokowi
"Saya melaporkan ke Presiden RI putusan DKPP tersebut sedang dalam upaya administrasi keberatan," ucapnya
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Berbagai upaya dilakukan Evi Novida Ginting setelah diterbitkannnya putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Nomor 317-PKE-DKPP/X/2019 tanggal 18 Maret 2020.
Salah satu diantaranya mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) perihal memohon perlindungan hukum dan menunda penerbitan Keputusan Presiden terkait Tindak Lanjut dari Putusan DKPP Nomor 317-PKE-DKPP/X/2019 tanggal 18 Maret 2020.
Baca: Tidak Terima Diberhentikan DKPP Dari KPU RI, Evi Novida Ginting Mengadu ke Ombudsman
"Saya melaporkan ke Presiden RI putusan DKPP tersebut sedang dalam upaya administrasi keberatan berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014. Pengajuan upaya administratif keberatan ini sebagai langkah awal menempuh upaya hukum Gugatan Tata Usaha Negara yang akan kami tempuh," ujar Evi, Selasa (24/3/2020).
Selain upaya administrasi keberatan, dia juga menginformasikan kepada Jokowi, sudah berupaya melaporkan kepada Ombudsman Republik Indonesia (ORI) adanya tindakan malaadministrasi dalam putusan DKPP.
"Saya meminta agar ORI menerbitkan rekomendasi kepada Presiden untuk tidak melaksanakan Putusan DKPP," kata dia.
Dia mengungkapkan ada lima poin kekeliruan atau kekhilafan yang nyata pada putusan DKPP itu.
Pertama, pengadu pelanggaran kode etik, yaitu Hendri Makaluasc sudah mencabut pengaduan yang disampaikan pada persidangan pendahuluan tanggal 13 November 2019.
Oleh karena itu pengaduan Pengadu dinyatakan gugur dan batal demi hukum.
Kedua, akibat dari pencabutan pengaduan dan tidak hadirnya pengadu dalam sidang pemeriksaan, maka diartikan tidak ada lagi pihak yang dapat membuktikan sehingga proses pembuktian pada sidang pemeriksaan (sidang kedua) menjadi tidak sempurna dan cacat hukum.
Ketiga, tindakan DKPP memeriksa dan memutus pengaduan pelanggaran kode etik yang sudah dicabut dan Pengadunya tidak hadir dalam sidang pemeriksaan, menjadi bukti nyata DKPP melanggar kewajibannya dalam Pasal 159 ayat 3 huruf c UU 7/2017 tentang Penyelenggara Pemilu, yang mengatur DKPP wajib bersikap pasif dan tidak memanfaatkan kasus yang timbul untuk popularitas pribadi.
Keempat, DKPP dalam putusannya telah melampaui kewenangan karena mengadili perbedaan penafsiran pelaksanaan putusan Mahkamah Konstitusi.
Evi selaku teradu VII dan anggota KPU RI lainnya tidak berwenang menafsirkan putusan Mahkamah Konstitusi dan hanya berkewajiban melaksanakan amar putusan Mahmakah Konstitusi apa adanya.
Kelima, Rapat Pleno putusan DKPP diambil tidak memenuhi syarat dihadiri sedikitnya 5 anggota DKPP.
Baca: Dampak Virus Corona, Jokowi Instruksikan Kepala Daerah Perbanyak Program Padat Karya