Kamis, 2 Oktober 2025

Eks Koruptor Ikut Pilkada

Respons Komisi II DPR Tanggapi Putusan MK yang Perbolehkan Eks Narapidana Ikut Pilkada

"Saya kira itu bisa dijadikan rujukan baru dasar hukum bagi KPU untuk melakukan perubahan dalam PKPU-nya," ucapnya

Tribunnews.com/Chaerul Umam
Ketua Komisi II DPR fraksi Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia menghormati keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memperbolehkan eks narapidana menjadi calon kepala daerah asalkan sudah keluar dari penjara selama 5 tahun.

Menurutnya, keputusan MK itu bisa menjadi dasar untuk merevisi Peraturan KPU (PKPU).

Baca: MK Putuskan Tiga Syarat Baru Mantan Narapidana yang Akan Maju Pilkada

"Saya kira itu bisa dijadikan rujukan baru dasar hukum bagi KPU untuk melakukan perubahan dalam PKPU-nya untuk menghadapi Pilkada 2020," kata Doli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta (11/12/2019).

Politikus Partai Golkar ini menilai sulit untuk memasukkan putusan Mahkamah Konstitusi dalam UU Pilkada.

Mengingat tahapan penyelenggaraan Pilkada yang telah berjalan.

"Untuk menghadapi Pilkada 2020 ini kalau pertanyaannya adalah apakah mungkin dilakukan revisi undang-undang apalagi sekadar memasukkan itu tidak mungkin lagi, karena Pilkada tahun 2020 ini sudah running tahapannya, sudah berjalan. Kalau nanti kita membuka revisi takutnya tidak terkejar, nanti dasar hukumnya Pilkada 2020 bisa dipertanyakan," katanya.

Dilansir Kompas.com, Mahkamah Konstitusi menerima sebagian permohonan uji materi pasal pencalonan mantan narapidana sebagai kepala daerah yang termuat dalam Pasal 7 Ayat (2) huruf g Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

Perkara ini dimohonkan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) dan Indonesia Corruption Watch (ICW).

"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian," kata Hakim Ketua MK Anwar Usman saat membacakan putusan dalam sidang yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (11/12/2019).

Setelah MK mengabulkan sebagian permohonan pemohon, bunyi pasal tersebut menjadi berubah. Setidaknya, ada empat hal yang diatur dalam pasal itu.

Pertama, seseorang yang dapat mencalonkan diri sebagai kepala daerah tidak pernah diancam dengan hukuman pidana penjara atau lebih, kecuali tindak pidana kealfaan dan tindak pidana politik.

Kedua, mantan narapidana dapat mencalonkan diri sebagai kepala daerah hanya apabila yang bersangkutan telah melewati jangka waktu 5 tahun setelah selesai menjalani pidana penjara.

Baca: Komisi X DPR: Selama Ini Ujian Nasional Tidak Terbukti Meningkatkan Mutu Pendidikan

Selanjutnya, seorang calon kepala daerah yang merupakan mantan narapidana harus mengumumkan latar belakang dirinya sebagai seoranh mantan napi.

Terakhir, yang bersangkutan bukan merupakan pelaku kejahatan yang berulang.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved