Indonesia Bukan Tong Sampah, KLHK Reekspor 883 Kontainer Sampah Plastik
Untuk mencegah penyelundupan sampah ini terjadi lagi, KLHK telah mengirim balik 883 kontainer sampah plastik ke negara asal yang diselundupkan
Tapi lanjut Menteri Siti, pihaknya tau persis hal ini bukan hal yang serderhana karena persoalan ini sudah puluhan tahun berlanngsung. Ada soal sosial kemasyarakatan disitu. Dan juga mungkin soal moral bisnis dan juga hal-hal lain.
Menurut Menteri Siti, tim sudah ke lokasi di Sidoardjo kemarin dan sudah ada temuannya. Tidak hanya sesederhana soal mengganti bahan bakar untuk industri tahu rumah tangga, tapi akan didalami secara akademik.
"Hari Senin ini sudah akan terus turun ke lapangan mengambil sampel dll. Saya mau tau juga hasil studi yang sebut dioxine ada di dalam telur ayam. Nanti akan kita lihat hasilnya," katanya.
Disisi praktis, katanya, di lapangan juga sudah ada praktek penggunaan dengan insinerator yang teknologi nya sudah ramah lingkungan. Ini akan kami pelajari termasuk misalnya bila harus ada dukungan fasilits oleh pemerintah, bagi industri kecil menengah dan rumah tangga, baik melalui kerja KLHK ataukah kerja Kemenperind, atau KemenkopUMKM, atau bahkan Pemda, ya sama saja.
“Yang penting industri yang baik. Kita akan teliti juga dari aspek telnis pembakaran yang ramah lingkungan tersebut. Masalah sampah yang numpuk dimana-mana harus diselesaikan bersama-sama dan bagaimana kita mengelolanya dnegan prinsip kurangi pakai ulang dan daur ulang. Pemerintah dan Pemda bekerja untuk itu dan saya tau juga dukungan masyarakat dan ora aktivis juga cukup besar. Ini menjadi modal kekuatan kita selesaikan soal sampah ini,” ujar Menteri Siti Nurbaya.
Jawab Keresahan Masyarakat
Sementara itu Direktur Pengelolaan Sampah, Novrizal Tahar melanjutkan, KLHK juga akan segera melakukan riset dengan melibatkan para ahli guna menjawab keresahan masyarakat, khususnya terkait isu dioxin pada telur dan tahu yang diproduksi menggunakan bahan bakar sampah plastik.
Tim juga berdialog dengan sekitar 20 pengusaha tahu dari 36 pengusaha yang ada. Diwakili kepala desa, para pengusaha UMKM ini menyadari bahwa bahan bakar dari sampah plastik tersebut berdampak pada lingkungan dan masyarakat.
Para pelaku usaha inipun mengaku siap beralih dari bahan bakar sampah plastik menjadi bahan bakar kayu atau alternatif lainnya.
Sebagai percontohan, di desa itu sudah ada satu unit alat yang digunakan untuk pembuatan tahu dan hanya bisa menggunakan bahan bakar kayu bekas. Alat itu tidak bisa menerima bahan bakar plastik dan harganya lebih murah secara operasional. Untuk itu pelaku UMKM mengharapkan bantuan dari pemerintah dan pemerintah daerah terkait dengan solusi tungku bakar untuk pembakaran tahu yang lebih ramah lingkungan.
Terkait hal ini KLHK akan berkoordinasi bersama Kemendagri, KemenPDT, dan Pemda terkait kebijakan untuk penyelesaian desa-desa yang masih memanfaatkan sampah limbah plastik, mengingat aktivitas masyarakat dengan memanfaatkan sampah ini sudah ada sejak 30-40 tahun lalu.
''KLHK segera akan mengkaji secara lebih intensif aspek sosial dan teknis berkaitan dengan masalah ini, sekaligus merumuskan solusi, dengan melibatkan para ahli. Nantinya hasil kajian tersebut akan jadi referensi mengambil langkah-langkah strategis selanjutnya,'' kata Novrizal.(*)