PKS Tak Setuju Jokowi Minta DPR Tunda Sahkan RKUHP
Menurut Nasir Djamil, selama ini pemerintah telah sepakat dengan sejumlah pasal dalam RKUHP
Jokowi mengaku terus mengikuti perkembangan pembahasan revisi KUHP yang dilakukan pemerintah dan DPR secara seksama.
"Setelah memcermati masukan-masukan dari berbagai kalangan yang berkeberatan dengan sejumlah substansi RUU KUHP, saya berkesimpulan masih ada beberapa materi yang membutuhkan pendalaman lebih lanjut," tutur Jokowi.
Menurut Jokowi, pemerintah dan DPR perlu meninjau kembali serta melakukan menerima masukan dari kalangan masyarakat sebagai upaya penyempurnaan RUU KUHP.
Baca: Isu RKUHP Mencuat, Ahli Temukan Hal Unik di Twitter, Khususnya Sikap Rocky Gerung dan Said Didu
"Tadi saya lihat materi yang ada, substansi yang ada ada, kurang lebih 14 pasal (harus ditinjau ulang)," ucap Jokowi.
"Saya berharap DPR juga mempunyai sikap yang sama, sehingga pembahasm RUU KUHP bisa dilakukan oleh DPR RI periode berikutnya," sambung Jokowi.
Pasal penghinaan presiden dalam RKUHP dikritik
Pasal penghinaan presiden dalam revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) disebut bertentangan dengan amanat konstitusi.
Menurut Peneliti Institute for Criminal and Justice Reform (ICJR) Maidina Rahmawati pasal tersebut dianggap Mahkamah Konstitusi sudah tidak relevan lagi untuk diberlakukan.
Baca: Pasal Zina Dan Kumpul Kebo Dalam RKUHP Berpotensi Lahirkan Penegak Moral
"Kita melihat sudah clear ya, Mahkamah Konstitusi juga lewat putusannya sudah bilang bahwa penghinaan presiden itu harusnya tidak relevan lagi untuk masyarakat demokrasi," kata Maidina dalam diskusi di kantor Indonesia Corruption Watch (ICW), Jumat (20/9/2019).
Bahkan, kata Maidina, dalam pertimbangan putusan, hakim konstitusi telah menegaskan pasal penghinaan presiden ataupun aturan lainnya yang serupa tak boleh ada dalam reformasi hukum pidana di Indonesia.
"MK sampai ngomong begitu. Ketika itu ada nanti, maka sebenarnya kita membangkang dari konstitusi karena pertimbangan MK yang menyatakan bahwa pasal penghinaan presiden yang enggak boleh ada, itu enggak diperhatikan oleh perumus RKUHP," katanya.
Maidina juga memaparkan, hakim konstitusi telah menegaskan bahwa pasal-pasal yang memicu hubungan tidak setara antara pejabat dan rakyat tidak boleh ada di dalam masyarakat yang demokratis.
"Karena tinggal di tingkat I, kita minta presiden bisa melakukan sesuatu di rapat paripurna, di tingkat I. Kan drafnya itu bisa disahkan di tingkat I jika ada persetujuan antara presiden dan DPR. Ya kita nunggu langkah nyata presiden (untuk menolak)," kata dia.
Ia yakin Presiden Joko Widodo (Jokowi) tahu bahwa sejumlah dalam RKUHP berpotensi jadi masalah.
Oleh karena itu ia berharap, Presiden Jokowi mengambil sikap tegas terkait pasal-pasal tersebut.