Tak Kaget Dirinya Jadi Target Pembunuhan, Yunarto Wijaya Sudah Dapat Ancaman sejak Sebelum Pilpres
Direktur Eksekutif Charta Politika, Yunarto Wijaya tak merasa kaget dirinya jadi target pembunuhan, sebab telah mendapat ancaman sejak sebelum pilpres
"Sebetulnya sudah ada pemberitahuan dari pihak keamanan. Saya sangat berterima kasih ada langkah preventif.
Saya tidak ingta kapan tepatnya, mungkin sekitar awal Mei atau akhir April, memang sudah ada pemberitahuan bahwa harus ada kewaspadaan khusus karena memang ada ancaman," ujarnya.
Baca: Senjata Pemberian Kivlan Zen Diam-diam Digadaikan Eksekutor Calon Pembunuh Yunarto Wijaya
Baca: Respon Tak Terduga Yunarto Wijaya saat Tahu Jadi Target Pembunuhan
Baca: Pengakuan IR Saat Diminta Mengeksekusi Yunarto Wijaya, Direktur Eksekutif Charta Politika
Yuanrto mengaku telah mengetahui dirinya menjadi target sejak Polri umumkan nama 4 tokoh nasional yang juga menjadi target pembunuhan.
"Walaupun belum pernah ada cerita detail ke saya.
Tetapi sekitar dua minggu yang juga sudah ada kan pengumuman mengenai 4 tokoh nasional dan satu pimpinan lembaga survei.
Saat itu sebetulnya saya sudah tahu, sebagian cerita detail dari pihak keamanan mengenai apa yang terjadi.
tetapi memang nama saya baru dikeluarkan secara eksplisit, sepertinya kemarin."
Meski telah mengetahui dirinya menjadi target pembunuhan, Yunarto mengaku tak mengerti motif sang pelaku.
Yunarto pun mengakui tak ingin berspekulasi mengenai motif rencana pembunuhan terhadapnya, ia hanya berharap bahwa alasan di balik itu bukanlah karena hasil quick count Pilpres 2019.
"Saya pikir saya tidak mau berspekulasi, tetapi yang jelas saya berharap bukan karena sebuah quick count," harapnya.
Tak hanya sekedar hasil quick count, Yunarto berharap ancaman pembunuhan tersebut bukan karena perbedaan pendapat atau hak menyampaikan suara.
"Saya berharap bukan karena sebuah perbedaan pendapat, saya berharap bukan karena pelantangan bersuara, saya tidak berharap karena hal itu," lanjut Yunarto.
Yunarto menilai ancaman yang dilontarkan padanya dan empat tokoh nasional bukan sekedar mengenai keselamatan pihak tersebut, melainkan menjadi bentuk pencemaran demokrasi.
"Tetapi balik lagi, poinnya sih menurut saya yang penting ini bukan tentang keselamatan saya atau misalnya ada 4 orang lain.
Saya lebih melihat bagaimana ada yang berusaha mencemarkan demokrasi.