Jumat, 3 Oktober 2025

Derita Korban Perdagangan Orang Sindikat Timur Tengah yang Diperkerjakan Ilegal di Enam Negara

Ia mengaku tidak tahu menahu jika pekerjaan sebagai pembantu rumah tangga yang ditawarkan tersebut ilegal.

Penulis: Gita Irawan
Editor: Johnson Simanjuntak
Gita Irawan/Tribunnews.com
Mengenakan topeng dan kerudung, korban perdagangan orang sindikat Timur Tengah, E, menceritakan penderitaannya selama bekerja sebagai pembantu rumah tangga di enam negara berbeda dalam rentang waktu kurang lebih setahun sejak 2018 di Bareskrim Mabes Polri Jakarta Selatan pada Selasa (9/4/2019) 

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan kasus tersebut adalah kasus perdagangan orang terbesar yang diungkap Polri.

Hal itu disampaikan Dedi saat konferensi pers di Bareskrim Mabes Polri Kebayoran Baru Jakarta Selatan pada Selasa (9/4/2019).

"Kasus TPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang) ini adalah kasus yang terbesar yang pernah diungkap Polri karena korbannya lebih dari seribu orang. Ini juga merupakan kegiatan transnational organized crime. Kita prihatin dengan kejadian ini," kata Dedi.

Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Pol Herry Rudolf Nahak menjelaskan ada empat jaringan yang terlibat dalam kasus tersebut yakni jaringan Maroko, Arab Saudi, Suriah, dan Turki.

Para agen dalam jaringan tersebut menawarkan pekerjaan sebagai Pekerja Rumah Tangga kepada sejumlah warga yang kebanyakan berasal dari Nusa Tenggara Barat.

Ia mengatakan, sejauh ini ada delapan orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut.

Baca: Warga Emosi, Nyaris Amuk Lima Pelajar SMP di Subulussalam yang Menjambret Ponsel

Untuk jaringan Maroko ada dua tersangka yakni Mutiara dan Farhan yang keduanya berperan sebagai sponsor yang mengurus segala kebutuhan korban.

Untuk jaringan Arab Saudi ada tiga tersangka yakni Neneng Susilawati yang berperan sebagai penampung, Abdalla Ibrahim dan Faisal Husein Saeed yang keduanya berperan sebagai perekrut dan sponsor.

Untuk jaringan Turki ada dua tersangka yakni Erna Rachmawati dan Saleha yang keduanya berperan sebagai sponsor.

Sedangkan untuk jaringan Suriah ada satu orang tersangka bernama Muhammad Abdul Halim Erlangga yang berperan sebagai agen atau orang yang memberangkatkan korban.

"Modusnya, mereka (korban) sebetulnya tidak membayar tapi justru dikasih uang. Agen yang merekrut mereka ini memberi uang kepada keluarga yang ditinggal, apakah itu suaminya, anaknya. Antara Rp 4 juta sampai Rp 5 juta. Kemudian ongkos pembuatan dokumennya semua dibebaskan. Sehingga mereka berangkat tahu beres. Tapi mereka punya kewajiban, kalau sampai mereka menolak berangkat, merrka harus mengembalikan semua ongkos dan uang yang telah diberikan," kata Herry.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved