Kamis, 2 Oktober 2025

Suap Berjamaah Proyek Air Minum Kementerian PUPR: Inspektur Jenderal Jalani Pemeriksaan di KPK

KPK menetapkan delapan orang tersangka. Empat di antaranya adalah petinggi perusahaan yang diduga kuat sebagai pihak pemberi suap.

TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Petugas menunjukkan barang bukti terkait operasi tangkap tangan (OTT) Kementerian PUPR di gedung KPK, Jakarta, Minggu (30/12/2018). KPK menetapkan 8 tersangka dengan barang bukti Rp 3,3 miliar, SGD 23 ribu, dan USD 3 ribu terkait kasus dugaan suap proyek pembangunan sistem penyediaan air minum. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan kepada Inspektur Jenderal Kementerian PUPR Widiarto terkait dengan dugaan korupsi berjamaah kasus suap proyek pembangunan sistem penyediaan air minum (SPAM) di lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

"Yang bersangkutan akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka LSU (Lily sundarsih, Direktur PT WKE)," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Selasa (15/1/2019).

Selain Widiarto, penyidik KPK turut memeriksa mantan Staf pada Direktorat Pengembangan SPAM Agustina Suparti. Ia bakal diperiksa untuk Lily.

Dalam kasus dugaan suap terkait sejumlah proyek pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) di Kementerian PUPR tahun anggaran 2017-2018 itu,

KPK menetapkan delapan orang tersangka. Empat di antaranya adalah petinggi perusahaan yang diduga kuat sebagai pihak pemberi suap.

Siapa saja mereka?

Masing-masing adalah Direktur Utama (Dirut) PT Wijaya Kesuma Emindo (PT WKE), Budi Suharto (BSU); Direktur PT WKE, Lily sundarsih (LSU); Direktur PT Tashida Sejahtera Perkasa (TSP), Irene Irma (IIR); dan Direktur PT TSP, Yuliana Enganita Dibyo (YUL).

Penyidkik KPK juga menetapkan status tersangka penerima suap kepada empat pejabat Kementerian PUPR.

Mereka adalah Kepala Satuan Kerja (Satker) SPAM Strategis atau Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) SPAM Lampung, Anggiat Partunggul Nahot Simaremare (ARE); PPK SPAM Katulampa, Meina Woro Kustinah (MWR); Kepala Satker SPAM Darurat, Teuku Moch Nazar (TMN); dan PPK SPAM Toba 1, Donny Sofyan Arifin (DSA).

Baca: Prabowo: Kita Bisa Produksi Mobil Asli Indonesia, Bukan Mobil Etok-etok

Kuartet Anggiat, Meina, Teuku, dan Donny diduga kuat menerima suap untuk mengatur lelang terkait dengan pembangunan SPAM tahun anggaran 2017-2018 di Umbulan 3 Pasuran, Lampung, Toba 1 dan Katulampa.

Kemudian, 2 proyek lainnya adalah pengadaan pipa HDPE di Bekasi daerah bencana di Donggala, Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng).

Rincian proyek yang beraroma suap, Anggiat menerima Rp 350 juta dan USD5.000 untuk pembangunan SPAM Lampung serta Rp500 juta untuk pembangunan SPAM Umbulan 3, Pasuruan, Jawa Timur.

Baca: Prabowo: Intel Itu Tugasnya Ngintelin Musuh Negara, Bukan Ngintelin Ulama dan Mantan Presiden

Meina menerima Rp1,42 miliar dan SGD22.100 untuk pembangunan Katulampa.

Malah, tersangka Teuku Moch Nazar diduga menerima Rp2,9 miliar untuk pengadaan pipa HDPE di Bekasi dan Donggala, Palu, Sulawesi Tengah.

Tersangka Donny Sofyan Arifin sejumlah Rp170 juta untuk pembangunan SPAM Toba 1.

Atas uang tersebut, lelang diatur untuk dimenangkan oleh PT WKE dan PT TSP yang dimiliki oleh orang yang sama. PT WKE diatur untuk mengerjakan proyek bernilai di atas Rp50 miliar dan PT TSP untuk nilai di bawahnya. 

Selama tahun 2017-2018 kedua perusahaan ini memenangkan 12 paket proyek dengan total nilai Rp429 miliar. Proyek terbesar adalah pembangunan SPAM Kota Bandar Lampung senilai Rp210 miliar.

PT WKE dan PT TSP diinta memberikan fee sebesar 10 persen dari nilai proyek. Fee tersebut kemudian dibagi 7 persen untuk kepala satker dan 3 persen untuk PPK.

Pada praktiknya, kedua perusahaan ini diminta meberikan sejumlah uang pada proses lelang dan sisanya saat pencairan dana dan penyelesaian proyek.

KPK menyangka empat pejabat Kementerian PUPR melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan sebagai pihak yang diduga pemberi, Budi, Lily, Irene Irma, dan Yuliana disangka melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved