Kamis, 2 Oktober 2025

Kasus BLBI

Audit Investigatif BPK Dinilai Janggal, Abaikan Keputusan Rapat Kabinet dan KKSK

Syafruddin pun meminta penjelasan dari saksi ahli hukum administrasi negara, Prof. I Gde Pantja Astawa, yang dihadirkan dalam persidangan.

Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Terdakwa kasus korupsi pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Syafruddin Arsyad Temenggung menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (19/7/2018). Sidang tersebut beragendakan pemeriksaan saksi dari JPU KPK. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

Sebagai catatan, Audit Investigasi BPK 2017 tersebut mengandung sejumlah dugaan kelemahan, antara lain, hanya ditandatangani oleh penanggung jawab auditor, tidak mempertimbangkan pada hasil Audit BPK 2006, dan tanpa melakukan audit kepatuhan. Menurut Gde, audit BPK 2017 tidak bisa dijadikan dasar pembuktian perhitungan kerugian negara. “Tidak bisa, harus dilihat menyeluruh (dengan audit sebelumnya),” katanya.

 Ditegaskan juga, LHP BPK harus dituangkan dalam keputusan BPK. “Berarti harus diparipurnakan di badan. Harus ditandatangani pimpinan BPK. Kalau tidak ada, tidak bisa. Dia tidak mungkin untuk atas nama BPK,” tegasnya.

Pada bagian lainnya, Gde juga menegaskan mengenai elemen kasus ini yang sebenarnya kental dengan aspek hukum administrasi negara dan keperdataan. Aspek administrasi karena berkaitan dengan surat/keputusan/tindakan administrasi negara dari seorang pejabat publik. Aspek perdata karena berkaitan dengan perjanjian MSAA yang dibuat oleh pihak-pihak dan berkedudukan sebagai undang-undang bagi yang melakukannya. SKL bukan ranah pidana.

“Kalau dipersoalkan secara administratif, pengadilan yang membatalkan. Dalam hal ini apa? PTUN. Perdata, kalau ada yang merasa dirugikan. Larinya kemana? Ya ke gugatan keperdataan,” kata Gde.(*)

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved