Minggu, 5 Oktober 2025

Kasus Terorisme

Pengawasan Operasi Penanggulangan Terorisme Harus Melibatkan Publik

Perlu ada mekanisme pengawasan agar tidak ada penyelewengan di lapangan setelah DPR mengesahkan Undang-undang (UU) Antiterorisme.

Editor: Dewi Agustina
Warta Kota/Henry lopulalan
PENGESAHAN RUU ANTI TERORISME - Menkumham Yasonna Laoly menyerahkan tanggapan pemerintah atas pengesahan RUU kepada pimpinan DPR pada Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (25/5). Rapat Paripurna DPR resmi menyetujui revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-Undang.(WartaKota/Henry Lopulalan) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perlu ada mekanisme pengawasan agar tidak ada penyelewengan di lapangan setelah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan Undang-undang (UU) Antiterorisme.

Peneliti terorisme Ridlwan Habib mengatakan definisi terorisme yang menjadi perdebatan sebelumnya akhirnya disepakati.

Definisi itu mencantumkan motif, ideologi politik, dan gangguan keamanan negara.

"Untuk itu perlu ada mekanisme pengawasan agar tidak ada penyelewengan di lapangan," ujar Ridlwan Habib.

Kewenangan penyidik dalam menentukan satu kasus masuk kategori terorisme atau tidak menurutnya harus diawasi.

Sehingga dengan adanya undang-undang baru tidak ada penyalahgunaan wewenang dan berujung pada situasi subversif di era Orde Baru.

Baca: Musuh Koruptor Itu Tak Lagi Bergelut di Dunia Advokat, Dia Pilih Beternak Kambing di Kampung Halaman

"Perlu sangat hati-hati menentukan motif, apalagi ideologi politik. Terutama di tahun- tahun politik seperti ini," ujar alumni S2 Kajian Intelijen UI tersebut.

Ridlwan mencontohkan, satu kegiatan oleh sekelompok orang jika disusupi maka dapat terjebak dalam definisi aksi terorisme.

"Contoh demonstrasi besar di depan istana negara, kalau ada provokator yang melempar molotov, lalu terjadi kerusuhan massal, karena ada unsur ideologi dan motif politik maka bisa dikenakan pasal terorisme, bahaya," jelasnya.

Pasal-pasal lain yang juga krusial untuk diberikan pengawasan adalah pasal yang menjerat persiapan tindak pidana terorisme. Misalnya, ia mencontohkan, latihan perang.

"Kalau outbound dengan senjata mainan seperti paintball tapi dilakukan oleh kelompok radikal apakah bisa dikategorikan persiapan terorisme," ujarnya.

Selain itu jeratan untuk tindak pidana korporasi bagi yang terlibat terorisme juga masih memerlukan peraturan turunan.

"Misalnya ada anggota ormas X yang terlibat terorisme, apakah ormasnya langsung otomatis dibekukan, atau bagaimana mekanismenya," ucapnya.

Baca: Mimpi Sang Ibunda Bantu Polisi Temukan Jasad Grace Terbungkus Karung di Kebun Singkong

Untuk itu menurutnya, pengawasan operasi penanggulangan terorisme harus melibatkan publik.

Bola di Tangan Pemerintah
Setelah Revisi Undang-undang (RUU) Tindak Pidana Terorisme secara resmi disahkan menjadi Undang-Undang (UU) dalam Rapat Paripurna DPR RI kemarin, maka keputusan pun kini diberikan kepada pemerintah.

"Dengan disahkannya Undang-undang ini, maka sekarang bola ada di tangan pemerintah," ujar Ketua DPR RI, Bambang Soesatyo.

Ia menambahkan, setelah RUU itu disahkan, maka pihaknya akan mengirim surat terkait hasil putusan dalam paripurna itu kepada Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) untuk ditandatangani.

"Dan hari ini juga kami akan upayakan mengirim surat hasil keputusan rapat ini ke pemerintah, supaya sesuai dengan Undang-undang," jelas Bamsoet.

Mantan Ketua Komisi III itu kemudian menekankan bahwa disahkannya RUU tersebut menjadi UU nantinya diharapkan tidak akan kembali menyudutkan DPR terkait penindakan kasus terorisme.

Seperti yang terjadi dalam desakan banyak pihak kepada DPR untuk segera mengesahkan RUU tersebut agar aparat penegak hukum bisa mengambil tindakan tegas terhadap kelompok maupun perseorangan yang terindikasi radikal.

Baca: Kronologis Hilangnya Bocah Grace hingga Jasadnya Ditemukan di dalam Karung

"Sehingga ke depan jika ada apa-apa lagi, jangan lagi DPR dijadikan kambing hitam," tegas Bamsoet.

Gatot Bersyukur
Mantan Panglima TNI Jenderal Purnawirawan Gatot Nurmantyo mengaku bersyukur revisi undang-undang nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme telah disahkan.

Ia berharap undang-undang tersebut segera ditindaklanjuti untuk dijadikan payung hukum pemberantasan terorisme.

"Saya hanya menyatakan, mari kita sama-sama bersyukur. Mengucapkan Alhamdulillahirabbilalamin. Bahwa pemerintah dan DPR sudah menetapkan Undang-undang teroris yang sangat visioner ke depan semoga dengan undang-undang ini segera ditindaklanjuti dan menghilangkan teroris dari Indonesia," kata Gatot.

Gatot yakin revisi yang telah dilakukan akan mengefektifkan penumpasan terorisme di Indonesia.

Karena menurutnya, revisi yang diajukan sejak 2016 lalu tersebut telah dibahas secara seksama.

"Saya yakin, karena sudah dibuat dengan seksama dan sudah aklamasi. Pemerintah dan DPR juga yang ikut visioner. Saya yakin, kita semua harus yakin itu bisa," katanya.

Gatot tidak menjawab apakah revisi tersebut telah mengakomodir keinginan TNI untuk ikut terlibat pemberantasan terorisme.

Baca: Kondisi Gunung Merapi Sabtu Pagi Pasca Gempa Tektonik Dini Hari Tadi

Ia hanya mengatakan TNI tidak pernah meminta untuk ikut terlibat dalam penanggulan terorisme.

"TNI tidak punya keinginan. Tapi TNI patuh kepada hukum. Jadi hukum menentukan apapun juga, TNI loyal pada hukum. Karena panglima tertinggi dari TNI adalah hukum. Itu jaman saya. Sekarang juga tetap," kata dia.

Jaksa Agung HM Prasetyo menanggapi positif disahkannya UU Antiterorisme.

Prasetyo menegaskan UU lama memang perlu direvisi lantaran sifatnya yang cenderung reaktif.

Sehingga, bagi dia, UU yang baru disahkan lebih maju dan lebih baik.

"Jadi di sini (UU yang lama) aparat penegak hukum dan keamanan itu cenderung seperti pemadam kebakaran saja," ujar Prasetyo.

Dengan UU Antiterorisme baru ini, ia berharap aparat penegak hukum dapat melakukan upaya-upaya pencegahan aksi terorisme, sebelum aksi terjadi.

Dalam UU sebelumnya, aparat keamanan baru bisa bertindak saat aksi terorisme sudah dilakukan.

Sehingga, negara, aparat keamanan, dan penegak hukum sulit menjangkau para terduga teroris dan mencegah aksi mereka.

"Sekarang rasanya UU kita jauh lebih komprehensif, lebih maju, sehingga penanganan perkara-perkara terorisme ini akan lebih bisa leluasa dilakukan," ungkap Prasetyo.

"Sekarang ini tentunya setidaknya kita diharapkan bisa selangkah di depan mereka,"ujar Jaksa Agung.(Tribun Network/ditya/taufik/willy)

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved