Selasa, 30 September 2025

Sambil Terisak Fredy Minta UUMD3 Dibatalkan

Pakar hukum tata negara sekaligus pendiri Sekolah Hukum Jentera, Bivitri Susanti menyatakan bahwa pemerintah sudah kalah dalam negosiasi politik

Penulis: Rizal Bomantama
Editor: Rachmat Hidayat
Tribunnews.com/Rizal Bomantama
Suasana sidang uji materi revisi MD3 yang diajukan tujuh pemohon di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (3/5/2018) 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar hukum tata negara sekaligus pendiri Sekolah Hukum Jentera, Bivitri Susanti menyatakan bahwa pemerintah sudah kalah dalam negosiasi politik. Pernyataannya ia sampaikan pasca sidang uji materi revisi Undang-Undang MD3 di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (3/5/2018).

"Kalau saya melihatnya ini kekalahan pemerintah. Itu terlihat dengan tidak ditandatanganinya Undang-Undang MD3 oleh Pak Jokowi," ucap perempuan berkacamata tersebut.

MK kembali menggelar sidang uji materi revisi Undang-Undang MD3 dengan menggabungkan tujuh permohonan. Agenda sidang kali ini mendengarkan keterangan DPR dan ahli pemohon. Lebih lanjut Bivitri menegaskan kembali pemerintah itu kalah dalam negosiasi politik.

Dalam sidang yang berakhir pada pukul 14.00 WIB tersebut, Bivitri menilai bahwa kewenangan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) sudah terlalu jauh pergeserannya. "Secara konseptual MKD hanya mengurus mengenai etik, jika sudah melanggar hukum bukan tugas MKD, itu tugasnya kepolisian," kata Bivitri.

Sidang kali ini juga menghadirkan yakni Fredy. "Saya adalah ayah dari tukang ojek yang ditabrak oleh anggota DPRD Maluku Tengah," ujarnya.

Fredy adalah ayah dari Frederik Radjawane, seorang pengemudi ojek yang ditabrak hingga meninggal dunia oleh Anggota DPRD Maluku Tengah, Jimy G Sitanala. Fredy kemudian diberi kesempatan oleh panel hakim yang diketuai Anwar Usman untuk menyampaikan kesaksiannya mengenai sulitnya pihak kepolisian menahan Jimy dengan dalih terhambat UU MD3 tersebut.

Sejak awal Fredy yang mengenakan pakaian merah menyampaikan kesaksiannya dengan suara bergetar. “Anak saya seorang pengojek ditabrak pada tanggal 25 Maret 2018 di Desa Passo, Kota Ambon. Saya urus jenazahnya hingga ke kampung halaman, kemudian saya kembali ke kota, di kantor polisi saya melihat yang bersangkutan memang diperiksa oleh kepolisian, namun tidak ditahan.”

“Polisi bilang tidak bisa menahan karena terhalang UU MD3 sehingga harus mendapat izin dari Gubernur Maluku untuk tahan yang bersangkutan, saya sebagai orang awam bertanya apa itu UU MD3 sehingga bisa menahan proses hukum penabrakan anak saya sampai meninggal. Kami sebagai keluarga kesal,” ucap Fredy sambil menahan tangis.

Ia kemudian mengatakan izin dari Gubernur baru turun pada 15 April 2018 sehingga Jimy akhirnya ditahan pihak kepolisian. Fredy mengaku kesal lantaran proses hukum peristiwa yang membuat nyawa anaknya melayang tertahan .

Puncaknya Fredy tak kuasa menahan air matanya saat menyampaikan agar UU MD3 itu dibatalkan karena membuat proses hukum pidana kepada anggota legislatif tertahan.

“Saya mohon kepada hakim agar revisi UU MD3 itu dibatalkan karena berkebalikan dengan perikemanusiaan. Saya mohon agar kejadian seperti ini hanya berakhir pada saya, jangan sampai dialami orang lain,” tegasnya sambil mengusap air matanya.

Hari ini MK menggelar sidang pengujian revisi UU MD3 dengan menggabungkan tujuh permohonan sekaligus. Agenda hari ini adalah mendengarkan keterangan pihak DPR RI dan saksi dari pemohon. Namun pihak DPR RI tidak hadir dengan alasan masuk masa reses.

Beberapa pihak termasuk PSI mempersoalkan UU MD3, salah satunya masalah hak imunitas anggota legislatif yang tertera pada Pasal 245. Dalam pasal itu menyebut pemanggilan anggota legislatif yang terkait masalah hukum pidana yang berarti tidak berhubungan dengan tugas yang tercantum pada Pasal 224 harus mendapat persetujuan tertulis Presiden setelah mendapat pertimbangan dari MKD (Majelis Kehormatan Dewan).

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan