Kasus First Travel
Pengakuan Bos First Travel: Dikurung di Kamar Sempit Lalu Diintimiasi
Hal itu terjadi saat Andika dimintai keterangan untuk membuat berita acara pemeriksaan (BAP) penyidik polisi.
TRIBUNNEWS.COM -- TERDAKWA bos First Travel, Andika Surachman, mengaku sempat dikurung dalam sebuah ruang sempit oleh polisi.
Hal itu terjadi saat Andika dimintai keterangan untuk membuat berita acara pemeriksaan (BAP) penyidik polisi.
Andika mengakui itu di depan majelis hakim dalam sidang lanjutan kasus skandal Firat Travel di Pengadilan Negeri (PN) Kota Depok, Senin (23/4/2018).
Selain ditempatkan dalam ruangan sempit, Andika juga mengaku diintimidasi setiap hari.
Andika Surachman juga mengaku mendapat banyak tekanan, intimidasi, ancaman, bahkan pemukulan, dari petugas polisi yang memeriksanya.
Andika juga mengaku dirinya diancam dan dipukul petugas yang memeriksanya.
Intimidasi kata Andika dialaminya sejak awal ia dan istrinya Anniesa ditangkap Bareskrim Mabes Polri dari Kantor Kemenag, Agustus 2017 lalu.
"Sejak awal kami sudah ditekan. Mereka bilang dan menuduh kalau saya mau melarikan diri ke London dan sudah punya tiket serta paspor ke London. Padahal tidak sama sekali" kata Andika.
Oleh karena tekanan-tekanan itulah Andika mengaku terpaksa menandatangani BAP yang disodorkan polisi.
Ia menarik kembali beberapa isi BAP itu dengan alasan adanya tekanan dari pihak penyidik dalam pemeriksaan.
Kuasa Hukum ketiga terdakwa, Wawan Ardianto, menuturkan yang sangat penting dalam BAP dan dibantah oleh Andika, ialah jumlah calon jemaah umrah First Travel yang tidak berangkat, dan total nilai kerugian uang calon jemaah.
"Dimana disebutkan ada 63.310 calon jemaah umrah First Travel yang tidal berangkat, dan total nilai kerugiannya mencapai Rp 900 Miliar lebih. Angka-angka itu tidak valid, sehingga dibantah oleh Andika," kata Wawan, kepada Warta Kota, usai sidang, Senin (23/4/2018).
Padahal kata Wawan dari perkiraan Andika, jumlah calon jemaah umrah First Travel yang belum berangkat sampai kini hanya sekitar 25.000 orang saja. "Itupun tidal solid, karena bisa dibawah itu," kata Wawan.
Karenanya, menurut Wawan, perkiraan total nilai kerugian para calon jemaah, hanyalah sekitar Rp 400 Miliar atau tidak mencapai Rp 900 Miliar lebih seperti yang ada di BAP dan dituduhkan JPU dalam dakwaannya.
"Jadi nilai total kerugiannya, sekitar Rp 400 Miliar dan tidak sampai Rp 900 Miliar," kata Wawan.