ICW: Pimpinan KPK Jangan Melanggar Hukum
Emerson menjelaskan pada intinya menyebutkan syarat batasan waktu pegawai negeri yang dipekerjakan di KPK adalah paling lama 10 tahun
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) mendapatkan informasi bahwa Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diam-diam menerima pengusulan mantan penyidik yang sudah purna tugas menjadi penyidik di Deputi Penindakan KPK.
Penyidik yang berasal dari lembaga penegak hukum lain –yang juga berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil- tersebut dikabarkan diterima kembali di KPK. Kondisi ini kemudian juga menimbulkan kegaduhan di internal KPK.
"Jika informasi itu benar, maka Pimpinan KPK berpotensi melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2005 Tentang Sistem Manajemen Sumber Daya Manusia Komisi Pemberantasan Korupsi (PP SDM KPK)," ujar Peneliti ICW, Emerson Yuntho dalam keterangan persnya, Minggu (8/4/2018).
Baca: Mendes PDTT: 30 Persen Dari Dana Desa Harus Dialokasikan Untuk Membayar Upah Pekerja
Berdasarkan PP SDM KPK, Emerson menjelaskan pada intinya menyebutkan syarat batasan waktu pegawai negeri yang dipekerjakan di KPK adalah paling lama 10 tahun.
Hal ini dapat dilihat dari PP SDM KPK khususnya Pasal 5 Ayat (3) yang menyebutkan masa penugasan Pegawai Negeri yang dipekerjakan pada Komisi selama 4 (empat) tahun.
Pasal 5 Ayat (4) dan Ayat (5) pada intinya menyatakan masa penugasan dapat diperpanjang paling lama 6 (enam) tahun dan dilakukan 2 (dua) tahap, tahap pertama paling lama 4 (empat) tahun dan tahap kedua paling lama 2 (dua) tahun, setelah Pimpinan Komisi berkoordinasi dengan pimpinan instansi asal.
ICW mengingatkan Pimpinan KPK untuk tidak bertindak ceroboh dan tidak melakukan pelanggaran hukum dalam proses pengangkatan penyidik KPK.
"Pada sisi lain pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Pimpinan KPK juga memiliki konsekuensi terhadap potensi pelanggaran terhadap UU KPK dan potensi pelanggaran etik sebagai pimpinan KPK," ucap Emerson.
Pasal 15 huruf d UU KPK menyebutkan KPK berkewajiban menegakkan sumpah jabatan.
Salah satu sumpah jabatannya adalah Saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan setia kepada dan akan mempertahankan serta mengamalkan Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi negara Republik Indonesia”
Selanjutnya dalam Pasal 15 huruf e UU KPK pada intinya menyebutkan KPK berkewajiban menjalankan tugas, tanggung jawab, dan wewenangnya berdasarkan asas-asas kepastian hukum; keterbukaan; akuntabilitas; kepentingan umum; dan proporsionalitas.
Selain rekruitmen penyidik KPK yang telah purna tugas, ICW juga menyoroti kebijakan pimpinan KPK yang melakukan proses rekruitmen pejabat penting lain di KPK seperti Direktur Penuntutan yang dilakukan secara diam-diam atau tidak transparan dan akuntabel.
Pimpinan KPK, menurut Emerson, terkesan berupaya menjauhkan publik untuk terlibat dalam memberikan masukan terhadap calon-calon direktur penuntutan KPK.
"Sungguh memalukan jika pimpinan lembaga penegak hukum mengambil keputusannya – termasuk soal pengangkatan penyidik maupun pejabat di KPK - secara melawan atau melanggar hukum," tutur Emerson.
Baca: Luhut: Saya Ingin Ketemu Sama yang Bilang Jokowi Tidak Ada Success Storynya
Sebaiknya, Pimpinan KPK tidak merusak tatanan organisasi di internal KPK atau memaksakan diri mengambil kebijakan secara melanggar hukum hanya untuk berkompromi atau menyenangkan hati segelintir pihak tertentu yang justru diragukan loyalitas dan komitmennya terhadap KPK dan upaya pemberantasan korupsi.
Oleh karena itu ICW meminta pimpinan KPK untuk membatalkan rencana pengangkatan penyidik di Deputi Penindakan KPK yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pimpinan KPK harus memastikan bahwa proses rekruitmen di internal KPK (pegawai, penyidik maupun pejabat) berjalan sesuai dengan koridor hukum dan dilakukan secara transparan serta akuntabel.