UU MD3
Presiden Punya Alasan Kuat Menolak Tandatangani UU MD3
Sikap presiden yang tidak mau menandatangani lembar pengesahan UU MD3 menuai protes dari sejumlah kalangan terutama DPR.
Prinsip perwakilan melalui pemilu, sebagaimana diatur konstitusi serta bertentangan dengan fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan DPR itu sendiri.
Pasal 245 tentang pemeriksaan anggota DPR yang terlibat tindak pidana.Perubahan pasal ini menjadi mewajibkan pemeriksaan anggota DPR harus mendapat pertimbangan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) dan mengantongi izin presiden.
"Pemanggilan dan permintaan keterangan kepada anggota DPR sehubungan dengan terjadinya tindak pidana yang tidak sehubungan dengan pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Presiden. Setelah mendapat pertimbangan dari Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD)," Karyono menjelaskan.
Sebelumnya Mahkamah Konstitusi (MK) telah membatalkan klausul atas izin MKD, sehingga izin diberikan oleh presiden.Kini DPR mengganti izin MKD dengan frase "pertimbangan". Meskipun menggunakan frase pertimbangan, tetapi ada maksud terselubung untuk menghambat proses hukum bagi DPR.
Sejumlah pasal menurutnya, menimbulkan kecirigaan rakyat, DPR akan semakin imun terhadap masalah hukum.
Namun denikian, meskipun tak ditandatangani Presiden, secara hukum UU MD3 tetap berlaku, sesuai dengan ketentuan UU nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.Kini bola panas bergeser sementara ke Mahkamah Konstitusi.
"Lembaga ini menjadi benteng terakhir bagi masyarakat yang mengajukan uji materi terhadap UU MD3 setelah undang-undang itu efektif berlaku. Menurut saya, permohonan uji materi ke MK ini menjadi salah satu cara yang paling cepat dan tepat bagi masyarakat," katanya.
MK tengah diuji komitmennya dan konsistensinya yang dulu pernah membatalkan klausi terkait pemeriksaan anggota DPR harus mendapat izin dari MKD.
Langkah lain yang dapat dilakukan pemerintah untuk menganulir undang-undang ini yakni dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk mengoreksi pasal-pasal yang dinilai kontroversial oleh publik setelah UU MD3 disahkan dan diundangkan.
"Judicial review, merupakan pilihan yang paling tepat selain menerbitkan Perppu. Tapi masalahnya harus ada kondisi genting yang memaksa keluarnya Perppu," lanjutnya.
Selain itu, langkah lain yang dapat ditempuh yakni dengan mengajukan revisi terbatas terkait UU MD3 itu. Dalam hal ini diperlukan kebesaran jiwa dari pihak DPR.