Jumat, 3 Oktober 2025

Kekerasan Berlatar Belakang Intoleransi Agama Marak, Enam Seruan Moral Kebhinekaan Digaungkan

Berbagai kekerasan bernuansa agama melanda Indonesia di awal tahun 2018 ini.Mulai dari serangan fisik terhadap tokoh agama, persekusi terhadap minorit

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Berbagai kekerasan berlatar belakang intoleransi agama melanda Indonesia di awal tahun 2018 ini.

Mulai dari serangan fisik terhadap tokoh agama, persekusi terhadap minoritas keagamaan, hingga banyak dimensi lain yang menuju ke arah kekerasan.

Ketua SETARA Institute Hendardi mengatakan hal tersebut merupakan ancaman serius terhadap kebhinekaan.

Baca: Video Terlanjur Viral dan Anaknya Disebut, Wanita Bukan Pelakor Kecewa ke Ovie dan Suaminya

"Ikatan kebangsaan yang dibangun oleh para pendiri negara, bangsa sedang dalam pertaruhan," ujar Hendardi, di Century Park Hotel, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (20/2/2018).

Perkembangan itu pun membuat 185 orang dari beragam kalangan, latar belakang, mencetuskan 6 seruan moral Kebhinekaan dengan tema 'Menjaga dan Memperjuangkan Kebhinekaan'.

Baca: Apakah usulan aturan adegan seks merupakan sensor dan pemberangusan?

Hendardi pun mempersilahkan Ketua Yayasan Cahaya Guru Henny Supolo Sitepu dan pengamat politik Ray Rangkuti untuk melontarkan seruan moral itu.

Inilah 6 Seruan Moral Kebhinekaan :

"Pertama, merawat, menjaga dan memperjuangkan kebhinekaan Indonesia pada dasarnya merupakan kewajiban seluruh elemen bangsa dari berbagai latar belakang primordial berbasis suku/etnis, agama, ras, golongan dan daerah. Maka kita semua harus mengeluarkan segenap upaya yang efektif untuk mencegah dan menangani setiap ancaman atas kebhinekaan tersebut," ujar Henny.

Kedua, pemerintahan negara sebagai pengelola berbagainsumber daya politik hukum dan keamanan, harus mengambil tindakan yang tepat lagi profesional dalam merespon setiap upaya untuk mengancam kebhinekaan dan memecah belah antar elemen bangsa yang bhineka.

Ray Rangkuti kemudian melanjutkan seruan ketiga hingga keenam.

Ketiga, Presiden Joko Widodo berulang kali menegaskan bahwa tidak ada tempat intoleransi di Indonesia dan kebebasan beragama merupakan hak setiap warga negara yang dijamin konstitusi.

"Maka, standing position Presiden tersebut harus memberikan energi tambahan bagi setiap aparat pemerintahan dibawah kendali Presiden untuk menindak setiap ancaman atas kebhinekaan," ujar Ray Rangkuti.

Keempat, lanjut Rangkuti, kompetisi di setiap perhelatan politik, termasuk Pilkada Serentak di 171 daerah dan juga Pilpres 2019, tidak boleh menggunakan cara-cara Machiavelis melalui politisasi agama, kampanye hitam, dan syiar kebencian berbasis sentimen SARA yang dapat mengancam koneksi sosial, kebhinekaan, dan integrasi nasional.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved