Korupsi KTP Elektronik
Tujuh Permohonan Fredrich Yunadi Dalam Eksepsinya Kepada Majelis Hakim
Fredrich menulis sendiri 79 poin keberatan yang tertera dalam 37 halaman dalam eksepsinya tersebut.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa perintangan penyidikan tersangka kasus korupsi KTP Elektronik Fredrich Yunadi mengajukan tujuh permohonan dalam nota keberatannya (eksepsi) pada sidang Kamis (15/2/2018) di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat.
Fredrich menulis sendiri 79 poin keberatan yang tertera dalam 37 halaman dalam eksepsinya tersebut.
Salah satu poin keberatan yang berulang kali dikemukakan Fredrich dalam eksepsinya adalah bahwa dakwaan jaksa terhadapnya kabur dan batal demi hukum.
Untuk itu Fredrich meminta Majelis Hakim yang memeriksa perkaranya untuk mengabulkan tujuh poin.
"Oleh karenanya kami selaku terdakwa memohon yang Mulia Majelis Hakim yang memeriksa perkara dalam pengadilan perkara ini untuk menjatuhkan putusan sebagai berikut:
Baca: Tjahjo Minta OTT KPK Tidak Dikaitkan dengan Pilkada
1. Menerima dan mengabulkan eksepsi, keberatan dari terdakwa.
2. Menyatakan pengadilan tindak pidana korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak berkewenangan memeriksa dan mengadili perkara pidana No. 9/PID.SUS/TPK/2018/PN.JKT.PST
3. Menyatakan Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) No. 20/TUT.01.04./24/02/2018, tanggal 2 Februari 2018 batal demi hukum (nl and void) atau setidak-tidaknya dinyatakan tidak dapat diterima.
4. Menyatakan perkara tindak pidana No. 9/PID.SUS/TPK/2018/PN.JKT.PST tanggal 2 Februari 2018 tidak dapat dilanjuykan dan dihentikan.
5. Memerintahkan Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengeluarkan terdakwa dari Rumah Tahanan Negara (Rutan) Klas I Jakarta Timur Cabang KPK
6. Merehabilitasi dan memulihkan dalam kemampuan harkat serta martabat terdakwa.
7. Membebankan biaya perkara ini kepada Negara."
Dalam surat dakwaan yang dibacakan JPU KPK pada Kamis (8/2/2018), Fredrich Yunadi didakwa bersama dr. Bimanesh Sutarjo dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi.
Fredrich dan dr. Bimanesh didakwa melakukan rekayasa agar Setya Novanto dirawat inap di RS Permata Hijau dalam rangka menghindari pemeriksaan penyidikan oleh penyidik KPK terhadap Setya Novanto sebagai tersangka perkara tindak pidana korupsi pengadaan KTP Elektronik (e-KTP).
Perbuatan Fredrich diancam dengan pasal 21 Undang-Undang RI nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan tindak pidana korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.