Korupsi KTP Elektronik
Usai Bongkar Fakta soal Setya Novanto, Fahri Hamzah Ungkap Kelakuan KPK Sebenarnya
Lanjutnya, penangkapan, penggeledahan dan segala tindakan KPK kepada SN bukanlah masalah politik saja, tetapi melambangkan sikap kepada DPR.
TRIBUNNEWS.COM - Masih menggunakan hashtag #TragediSN, wakil ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indinesia (DPR RI), Fahri Hamzah kembali membahas soal kasus Setya Novanto yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kicauannya kali ini ia tuliskan sebagai bagian dua bertajuk 'Bukan soal SN'.
Ada lebih dari 50 kicauannya untuk memaparkan unek-uneknya yang belum diketahui oleh publik.
Di awal pembahasan ia menjelasakan mengapa selama ini KPK meng-orkestra cita diri yang negatif soal SN.
Baca: Diminta Berhenti Bicara soal Setya Novanto, Fahri Hamzah Beberkan Fakta yang Belum Banyak Orang Tahu
Menurutnya hal itu terjadi sejak Setya Novanto dilantik menjadi ketua DPR RI pada Oktober 2014 lalu.
KPK memang sudah memulai kalimat negatif pada Setya Novanto karena KPK keberatan dengan terpilihnya SN.
Katanya, terlebih itu memang sejak awal KPK memilih DPR sebagai pasiennya.
Fahri menduga KPK berpikir jika DPR yang menjadi musuh makan akan banyak yang mendukung.
Lanjutnya, penangkapan, penggeledahan dan segala tindakan KPK kepada SN bukanlah masalah politik saja, tetapi melambangkan sikap kepada DPR.
"KPK sepertinya menganggap bahwa SN adalah wajah asli DPR denan segala persepsi jelek yang telah dibangun lama," tulisnya.
Fahri juga menunjukkan jika dalam perilaku KPK kepada ketua DPR Setya Novanto, KPK ingin mempertontonkan sebuah drama tentang betapa lemahnya citarasa yang dibangun bagi seorang pejabat negara sebagai simbol legislatif.
"Lembaga DPR ikut hancur lebur," kicaunya.
"Di samping banyak orang bertanya “Jika terhadap ketua lembaga tinggi negara saja hukum bisa berlaku sewenang-wenang, lalu bagaimana terhadap rakyat biasa?”, tapi muncul juga suatu kecemasan tentang pengertian kita tentang negara hukum yg demokratis," lanjutnya berkicau.
Di samping ia menjelaskan soal kekuasaan di negara demokratis, Fahri juga mengungkapkan lewat kasus SN ini harga diri DPR jatuh dalam perlakuan yang sangat tidak etis dari sebuah lembaga sampiran negara yang tidak dipilih rakyat.