UU Pemilu
KPU Diminta Konsisten dalam Menerapkan Aturan Verifikasi Partai
Sirojuddin Abbas menilai Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus mandiri dan konsisten dalam membuat keputusan.
Editor:
Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Politik Sirojuddin Abbas menilai Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus mandiri dan konsisten dalam membuat keputusan.
"Kalau KPU memberlakukan kesepakatan dengan DPR maka setidaknya KPU melakukannya atas kehendak partai politik di DPR. Ini jangan sampai mengurangi kemandirian KPU," kata Sirojuddin di Jakarta, Sabtu (2/9/2017).
Sirojuddin mengatakan hal itu menanggapi keinginan Komisi II DPR kepada KPU di dalam PKPU untuk menggunakan sistem sensus terhadap verifikasi anggota partai calon peserta pemilu 2019.
Padahal pada pemilu sebelumnya hanya menggunakan sistem sampling.
Menurut Sirojuddin, KPU harusnya konsisten dalam memberlakukan suatu aturan jangan menerapkan aturan karena ada tekanan dan semacamnya.
"Kalaupun diberlakukan harus adil. Artinya sistem itu berlaku untuk partai lama yang wakilnya sekarang duduk di DPR dan partai baru," kata peneliti senior SMRC ini.
Dia mensinyalir dengan pemberlakuan sistem itu ada upaya partai lama di DPR menghambat partai baru untuk ikut bertarung di Pemilu 2019.
"Kalau seperti itu ada ketidakadilan. Kalau mau strata keadilan diterapkan maka sistem itu diberlakukan kepada seluruh partai," ujarnya.
Demikian pula gugatan partai politik ke MK, Sirojuddin berharap putusan MK tetap memberlakukan cara verifikasi partai politik seperti pemilu 2014 lalu dimana semua partai politik tanpa kecuali diverifikasi.
Tidak seperti keputusan DPR sekarang melalui UU Pemilu yang hanya memverifikasi parpol baru.
"Semuanya harus diverifikasi biar adil," ujarnya.
Sebelumnya diberitakan bahwa Komisi II DPR menggelar rapat dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) bersama Badan Pengawas Pemilu dan Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri membahas konsultasi Peraturan KPU terkait verifikasi partai politik pemilu 2019 di kompleks parlemen, Senayan, Kamis (24/8).
Dalam kesempatan itu, Komisi II DPR meminta kepada KPU di dalam PKPU untuk menggunakan sistem sensus terhadap verifikasi anggota partai calon peserta pemilu.
Padahal, pada Pemilu 2009 dan 2014 sistem yang digunakan untuk verifikasi faktual adalah sistem sampling, di mana akan diverifikasi 10 persen dari jumlah anggota yang disetorkan.
Sekretaris Jenderal PSI, Raja Juli Antoni di Jakarta, Rabu (30/8/2017) mengatakan hal itu menimbulkan kecurigaan, seperti ada motif untuk menghalangi dan ketakutan terhadap kehadiran partai baru seperti PSI.