Korupsi KTP Elektronik
Dua Politisinya Jadi Tersangka, Golkar Tidak Merasa Ditarget KPK
Dalam waktu tiga hari, dua Politisi Partai Golkar ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Lebih lanjut, diungkapkan Febri, penetapan tersangka terhadap Markus Nari berdasarkan fakta persidangan perkara e-KTP dengan terdakwa dua mantan pejabat Kemdagri, Irman dan Sugiharto.
Markus diduga secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, atau orang lain atau suatu dalam pengadaan paket e-KTP tahun 2011-2013 yang merugikan keuangan negara Rp 2,3 triliun dari total anggaran Rp 5,9 triliun.
Markus diduga berperan memuluskan pembahasan dan penambahan anggaran proyek e-KTP di DPR.
Berdasar fakta persidangan, Markus bersama sejumlah pihak lain meminta uang kepada Irman sebanyak Rp 5 miliar pada 2012.
Uang ini diduga untuk memuluskan pembahasan anggaran perpanjangan proyek e-KTP tahun 2013 sebesar Rp 1,49 triliun.
"Sebagai realisasi permintaan tersebut diduga telah terjadi penyerahan uang sekitar Rp 4 miliar kepada MN. Indikasi penerimaan atau pemberian lain akan terus diperdalam dalam proses penyidikan ini," kata Febri.
Oleh penyidik KPK, Markus Nari disangkakan melanggar Pasal 3 atau Pasal 2 ayat (1) UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 5 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Internal Golkar Gaduh
KPK telah menetapkan Ketua Umun Golkar Setya Novanto dan Markus Nari dalam kasus dugaan korupsi proyek e-KTP.
Menanggapi hal tersebut politikus senior Golkar Zainal Bintang, menyebutkan internal partai berlambang pohon beringin itu kini menjadi hiruk pikuk.
Sama halnya di kalangan anggota DPR RI tidak terelakkan. Timbul berbagai spekulasi menyangkut kursi Ketua DPR.
Turbulensi dalam tubuh partai berlambang beringin itu tidak bisa dihindari, ujar Bintang yang juga anggota Dewan Pakar Partai Golkar.
Namun Bintang mengatakan pendapatnya secara pribadi. Soalnya, secara umum diketahui adanya faksi dan disparitas kubu di dalam tubuh Golkar.
"Justru yang berpotensi menjadi sumber turbulensi adalah tiga nama besar yang sudah tidak asing di publik, yaitu Akbar Tanjung (AT), Jusuf Kalla (JK) dan Aburizal Bakrie (ARB)," jelas Bintang.
Bintang mengatakan sejarah panjang pergumulan di internal Golkar paska Soeharto mencatat dengan jelas peran nama nama besar itu.
"Golkar itu kan partai politik, tidak bebas dari permainan politik, baik yang halus maupun yang kasar. Jadi intinya, momen saat ini adalah momen perebutan kekuasaan," katanya.
Bintang mengaku salut atas langkah cepat Ketua Harian Golkar Nurdin Halid dan Sekjen Idrus Marham yang bergerak cepat mengendalikan kader Golkar supaya tidak panik.