Penegakkan Hukum Maritim Masih Tumpang Tindih
Dibutuhkan pendekatan sistemik terhadap penegakan hukum kemaritiman karena Indonesia bukanlah negara hukum, bukan negara kekuasaaan
"Belum menyentuhaspek sengketa pelayaran yang lebih luas, seperti yang dipraktikan secara komprehensif dalam admiralty court, di mana hakimnya berasal dari praktisi pelayaran terkemuka di Inggris dan Amerika,” kata Win.
Mantan Menteri Koordinator bidang Maritim, Dr. Rizal Ramli, melihat bahwa perkembangan hukum maritim di Indonesia, terlihat kurang signifikan.
Padahal, dalam sejarahnya hukum maritim di Indonesia memiliki kemajuan yang sangat progresif.
“Deklarasi Juanda 1957, berupa pernyataan dari sepihak Pemerintah Indonesia, pertama, sebagai negara kepulauan dengan beribu-ribu pulau, yang mempunyai sifat dan corak tersendiri yang memerlukan pengaturan tersendiri. Kedua, bahwa kesatuan wilayah territorial Negara Republik Indonesia, semua kepualauan dan laut yang terletak diantaranya harus dianggap sebagai satu kesatuan yang bulat.”
Jika orientasi pembangunan nasional lebih ke laut, seperti di dalam Nawacita Presiden Joko Widodo, yang melihat lautan sebagai masa depan Indonesia, maka negeri ini sudah seharusnya memiliki banyak pakar hukum maritim.
Dalam situasi inilah Dr. Rizal Ramli, memuji disertasi DR Win Pudji Pamularso,SH, MH, yang memiliki perspektif ke depan, khususnya bagi pemanfatan sumber energy di lautan Indonesia.
Dr. Captain, Win Pudji Pamularso, SH, MH, mengusulkan agar ada undang-undang baru khusus mengatur, pelaksanaan eksplorasi dan ekploitasi migas di luar laut territorial kita.
Hal ini seiring dengan peningkatan kompetisi untuk mencari sumber-sumber cadangan migas baru di lautan, seperti yang terjadi di kawasan laut Cina Selatan, di mana beberapa negara seperti Cina, Vietnam, Filipina, dan Malaysia, terlibat dalam sengketa.