Nasir Jamil: Wacana Keterlibatan TNI Tangani Aksi Terorisme jadi Pertimbangan
Muhammad Nasir Djamil menilai, patut dipertimbangkan keterlibatan TNI dalam penanganan terorisme.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Anggota Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (RUUPTPT) Muhammad Nasir Djamil menilai, patut dipertimbangkan keterlibatan TNI dalam penanganan terorisme.
Pernyataan Nasir Jamil sekaligus menanggapi pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang meminta agar TNI diberi kewenangan dan RUUPTPT hari ini.
"Pemerintah sejak awal memberikan perhatian khusus dengan melibatkan TNI dalam penanganan terorisme. Hal ini terlihat dalam Pasal 43B RUUPTPT, namun persoalan ini masih perdebatan karena peran TNI dikhawatirkan justru menegasikan sistem peradilan pidana yang berjalan selama ini," ungkap Nasir,Selasa (30/5/2017).
Serangkaian kejadian ledakan bom dan aksi teroris yang tak pernah tuntas diberantas selama ini, menurutnya, menunjukkan kelemahan Polri, dalam hal ini densus 88, menangani aksi teror di Indonesia.
"Publik mulai jenuh melihat aksi teror yang terus muncul dan tidak terselesaikan, ditambah lagi dengan drama salah tangkap yang kerap dilakukan Densus 88 bahkan kejadian extra judicial killing yang tak pernah bisa dipertanggung jawabkan" ungkap Nasir.
Peran penanganan terorisme, sambung Nasir, tentu sudah tidak bisa lagi hanya dilakukan oleh Polri saja. Modus kejahatan dan jaringan yang berkembang sampai di level keamananan nasional mutlak akan berimbas pada pertahanan negara kedepan.
"Teror yang dihadapi saat ini bukan tidak mungkin akan berimbas pada pertahanan nasional, apalagi mengungkap sel-sel tidur yang dikhawatirkan Indonesia akan mengalami kejadian seperti yang terjadi di kota marawi Filipina. Peran intelejen dan TNI perlu dilibatkan" ungkap Nasir.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini mengaku telah mempelajari pola penanganan terorisme yang terjadi di beberapa negara, salah satunya di Inggris.
"Saat tim Pansus melakukan kunjungan kerja ke Inggris, kami melihat keterlibatan TNI dalam penanganan terorisme itu sudah lazim dilakukan oleh negara berkembang. Namun, tergantung dengan peningkatan eskalasi ancaman di negara tersebut" ujar Nasir.
Nasir berpendapat, selama ini Indonesia belum mempunyai penilaian terhadap tingkatan eskalasi tersebut.
Misalnya, seperti suatu situasi tanggap bencana, ada tingkat merah, kuning, hijau dan biru. "Bisa jadi TNI dilibatkan pada tingkat eskalasi merah atau kuning yakni situasi darurat yang berpotensi teroris akan terjadi sewaktu-waktu dan mengancam pertahanan negara" kata Nasir.
Ia berharap, garis komando keterlibatan TNI terlibat dalam penangan terorisme bisa dilakukan melalui Menkopolhukam atau dengan memperkuat BNPT. "Koordinasi BNPT masih lemah, penentuan eskalasi dan keterlibatan TNI bisa ditarik keatas yakni Menkopolhukam," pungkasnya.