Minggu, 5 Oktober 2025

Hakim MK Ditangkap KPK

Jusuf Kalla Soal Penangkapan Patrialis Akbar: Tidak Berarti Kalau dari Partai Itu Pasti Salah

"Saya minta maaf karena ada hakim MK lakukan kesalahan lagi, meskipun itu personal. Saya kira lembaga ini tercoreng lagi," ujar Arief Hidayat.

TRIBUNNEWS/HERUDIN
Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Patrialis Akbar keluar dari gedung KPK memakai baju tahanan usai menjalani pemeriksaan, di Jakarta, Jumat (27/1/2017). Patrialis Akbar bersama tiga orang lainnya ditetapkan sebagai tersangka terkait dugaan kasus suap gugatan UU Peternakan dan Kesehatan Hewan di MK. TRIBUNNEWS/HERUDIN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat langsung meminta maaf kepada rakyat Indonesia pasca ditangkapnya salah satu hakim konstitusi Patrialis Akbar (PA) pada Rabu (25/1) malam disalah satu hotel di daerah Tamansari, Jakarta Barat.

Menurut informasi di lingkungan KPK, PA ditangkap karena dugaan menerima suap terkait uji materi UU Nomor 41 tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

"Saya minta maaf karena ada hakim MK lakukan kesalahan lagi, meskipun itu personal. Saya kira lembaga ini tercoreng lagi," ujar Arief Hidayat.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55/2014 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim Agung dan Hakim Konstitusi, Patrialis mendapatkan gaji Rp 72,8 juta.

Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai penangkapan KPK terhadap Hakim MK yang sudah dilakukan kedua kalinya bukanlah sebuah kepentingan politik meskipun keduanya merupakan mantan pengurus partai politik.

Baca: Kalau Patrialis Akbar Diberhentikan dengan Tidak Hormat, Jokowi Harus Segera Cari Figur Pengganti

Kedua orang yang dimaksud adalah Mantan Ketua MK, Akil Muchtar yang berasal dari Partai Golkar, serta Hakim MK, Patrialis Akbar yang pernah menjabat sebagai anggota DPR dari Fraksi PAN.

"Saya rasa ini tidak ada hubungannya. Kalau dilihat di KPK itu kan ada profesional, ada pejabat, ada pengusaha. Tidak berarti kalau dari partai itu pasti salah," kata dia.

Semua perbuatan yang dinilai telah melanggar hukum, kata Wapres, merupakan tanggung jawab pribadi. "Itu semua kan tergantung orangnya," lanjutnya.

Partai Amanat Nasional (PAN) menyatakan menghormati proses hukum di KPK terkait Patrialis Akbar. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) itu.

"Kita menghormati proses hukum KPK. Kita pantau, kita lihat prosesnya, harus fair," kata Politikus PAN Daeng Muhammad.

Daeng mengatakan pihaknya akan memantau proses hukum yang sedang berjalan di KPK. Ia mengaku belum dapat berpendapat banyak karena harus berkoordinasi dengan DPP PAN.

Tapi anggota Komisi III DPR itu menegaskan Patrialis sudah melepaskan keanggotaan PAN saat menjabat Hakim MK. "Kalau dia sudah di MK, tidak ada status keanggotan PAN," kata Daeng.

Dari penelusuran tribun, Patrialis Akbar, memiliki enam rumah di kawasan Kompleks Cakra Wijaya, Cipinang Muara, Jakarta Timur.

Rumah yang menjadi hunian Patrialis di Jl. Cakra Wijaya V Blok P No.3. Rumah tersebut digeledah oleh anggota KPK sesaat setelah terjadinya OTT di Hotel Gili Residence, Taman Sari, Jakbar.

Sementara rumah kedua merupakan rumah yang tepat berada di depan rumah pertama.

Rumah ini berukuran lebih kecil dibandingkan rumah di depannya.Sementara rumah ketiga dan keempat, berada di Jalan Cakra Wijaya 1, Blok H3. Rumah tersebut berada tepat berderetan.

Menurut kesaksian warga, rumah ketiga yang berukuran lebih kecil sering dipakai oleh warga keturunan Sumatera Barat untuk menggelar pengajian rutin setiap hari Rabu dan Kamis.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved