Uang Rp 100 Juta dari Kadensus untuk Keluarga Siyono Bukan Uang Sogokan
Uang sebesar Rp 100 juta tersebut menurut Kapolri bukan sebagai sogokan kepada keluarga Siyono.
Atas banyaknya kejanggalan kematian Siyono itu sejumlah ormas pun langsung bersuara. Ormas tersebut yakni PP Muhammadiyah, Komnas HAM dan Kontras.
Mereka meminta DPR lakukan audit kepada Detasemen Khusus 88 Mabes Polri.
"Kita ingin dorong secara politik. Komisi III punya wewenang politik untuk dorong kepolisian lakukan audit ke Densus 88," kata Ketua PP Muhammadiyah, Dahnil Anzhar Simanjuntak.
Ia berharap Komisi III DPR mendorong evaluasi mendasar pola kerja Densus yang dianggap tidak sesuai dengan Pancasila.
Dahnil mengatakan penanganan kasus terorisme di Indonesia mengabaikan aspek kemanusiaan dan HAM.
"Tidak sesuai dengan Pancasila sila kedua," katanya.
Mengenai adanya uang santunan senilai Rp 100 juta kepada keluarga Siyono, Dahnil tidak mempermasalahkannya. Sebab, hal itu terkait dengan alasan kemanusiaan.
"Kami dorong Komisi III buka ada dugaan pelanggaran HAM terhadap Siyono ini," katanya.
Sedangkan Ketua Muhammadiyah Busyro Muqoddas mengatakan hasil memperlihatkan jasad Siyono belum pernah dilakukan autopsi sebelumnya.
"Kalau tidak digunakan, timbulkan pertanyaan publik pada proses transparansi," ujar Busyro.
Busyro Muqoddas juga mempertanyakan apakah pemberian uang Rp 100 juta dari kantong pribadi Kadensus itu merupakan suatu prosedur lazim.
"Uang ini dari mana? Apa lazim yang tewas di tangan Densus lalu diberi uang? Apa ada aturan standar akuntansi yang membenarkan untuk itu," kata Busyro.
Busyro juga mengungkit soal kematian Siyono yang hanya berselang beberapa hari dari penangkapan.
Dia mengaitkan dengan pasal di revisi UU Terorisme yang memberi kewenangan terduga teroris ditahan hingga 30 hari.
"Kami ingin mengaitkan dengan revisi UU Terorisme. Salah satu pasal disebutkan kewenangan sampai 30 hari. Kasus Siyono ini tidak sampai satu minggu tewas dengan cara yg tidak wajar," ujar mantan pimpinan KPK ini.