Kamis, 2 Oktober 2025

WNI Disandera Abu Sayyaf

Tak Ada Larangan Pengusaha Bayar Tebusan

Wakil Presiden Jusuf Kalla mengaku belum mendapatkan laporan terkini soal upaya pembebasan 10 WNI yang disandera kelompok Abu Sayyaf di Filipina.

Editor: Dewi Agustina
Foto: IBTimes
Gerilyawan Abu Sayyaf 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengaku belum mendapatkan laporan terkini soal upaya pembebasan 10 WNI yang disandera kelompok Abu Sayyaf di Filipina.

"Ya saya belum dapat kabar lagi dari tim yang menangani," kata Jusuf Kalla seusai menghadiri penutupan Muktamar VIII Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di Asrama Haji, Pondok Gede, Jakarta, Minggu (10/4/2016).

Namun Kalla optimistis para WNI tersebut bisa dibebaskan. Menurutnya, pemerintah tidak pernah berjanji memberikan tebusan.

"Pemerintah tidak pernah bicara tebusan," katanya.

Separatis Abu Sayyaf meminta tebusan senilai 50 juta Peso atau sekitar Rp 15 miliar sebagai ganti pembebasan 10 WNI tersebut.

"Kalau pengusahannya (pemilik kapal) tentu kita tidak bisa larang. Tapi pemerintah tidak memfasilitasi untuk itu," kata Kalla.

Upaya pembebasan para sandera sempat ditawarkan oleh terpidana kasus terorisme, Umar Patek, yang kini menghuni Lembaga Pemasyarakatan (LP) Porong, Sidoarjo, Jawa Timur.

Umar Patek mengaku mengenal kelompok Abu Sayyaf yang menculik dan menyandera para WNI karena ia pernah hidup bersama kelompok militan tersebut.

Namun Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti menyebut tidak mudah melakukan koordinasi dengan Umar Patek untuk membebaskan para sandera.

"Itu agak sulit kami koordinasi," ujar Badrodin Haiti ketika ditemui Gandaria City, Jakarta, Minggu.

Sejauh ini, pemerintah melalui Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi hanya berdialog dengan pemerintah Filipina sehingga upaya di luar itu dinilai tak memungkinkan.

"Pemerintah Filipina tak mau memberikan alternatif kepada pihak lain. Jalur untuk bisa berkomunikasi dengan pihak-pihak lain bisa dimanfaatkan, tetapi melalui tidak melalui jalur resmi. Saya pikir tak memungkinkan," kata dia.

Menurut Kapolri, pemerintah mempercayakan upaya pembebasan sandera kepada pemerintah Filipina.

"Dari kemarin sudah kami sampaikan, masuknya pasukan Indonesia tak dimungkinkan oleh konstitusi Filipina. Jadi pasukan asing tak bisa melakukan aksi di wilayah teritorial Filipina," ujar Kapolri.

Badrodin menjelaskan, posisi Indonesia hanya sebatas mengkoordinasikan. Apabila nanti diminta sebagai observer (pengamat), Polri akan mengirim perwakilan.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved