Kabinet Jokowi JK
Indonesia Targetkan Jadi Pusat Petrokimia di Asia
Melimpahnya sumber bahan baku membuka peluang Indonesia menjadi pusat produksi industri petrokimia
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Melimpahnya sumber bahan baku membuka peluang Indonesia menjadi pusat produksi industri petrokimia di kawasan regional, baik ASEAN hingga Asia. Jumlah penduduk yang mencapai 250 juta juga menjadi pasar domestik bagi produk turunan petrokimia, selain untuk ekspor.
Hal itu dikatakan oleh Menteri Perindustian Saleh Husin saat membuka Seminar Dampak Penurunan Harga Minyak Bumi Terhadap Industri Petrokimia di Jakarta, Kamis (5/3/20915).
"Sumber daya alam yang kita miliki sebagai bahan baku industri petrokimia masih memberi kesempatan menjadi pusat pengembangan industri petrokimia di lingkungan ASEAN dan Asia," kata Menperin Saleh Husin.
Dikatakan, hingga Januari 2014, Indonesia memiliki cadangan total minyak bumi 7,549 miliar barel dan cadangan total gas bumi 152,89 TCF. Sedangkan cadangan batubara 21 miliar ton dan potensi cadangan batubara yang belum tereksplorasi mencapai 104 miliar ton.
Tantangannya, industri petrokimia nasional masih tergantung pada impor bahan baku dari luar negeri. Di sektor hulu, pabrik-pabrik masih mengimpor bahan baku naphtha. Sedangkan industri hilir juga memerlukan tambahan bahan baku berupa polimer.
Pentingnya mendorong industri petrokimia, menurutnya, karena menjadi penyokong industri lainnya, terutama manufaktur.
Beberapa produk yang didukung industri petrokimia antara lain barang-barang konsumsi baik pangan, sandang dan papan. Petrokimia juga berperan dalam produksi pupuk, bahan kimia, hingga plastik dan karet.
"Berdasarkan karakteristiknya, industri petrokimia dikategorikan sebagai jenis industri yang padat modal, padat teknologi, dan lahap energi, sehingga perlu adanya langkah strategis dalam pengembangan yang berkesinambungan," tegas Menperin.
Saleh juga memaparkan strategi pengembangan industri petrokimia melalui pendekatan klaster industri. Pada saat ini, sudah ada 3 klaster industri petrokimia berbasis minyak bumi di Cilegon dan Balongan, berbasis gas bumi di Bontang, Kalimantan Timur dan berbahan baku minyak bumi aromatik di Tuban, Jawa Timur.
Kemenperin mendorong program hilirisasi untuk menguatkan struktur industri. Hal ini demi peningkatan daya saing dan penguatan kemandirian industri petrokimia.
Saat ini telah diupayakan untuk membangun industri petrokimia berbasis metanol di Teluk Bintuni, Papua Barat yang memanfaatkan potensi gas bumi di kawasan tersebut. Begitu juga pengembangan industri petrokimia berbasis batubara.
Hal ini dilakukan agar dapat meningkatkan efisiensi produksi dan mengurangi impor bahan baku industri petrokimia.
Kebijakan lainnya antara lain pengamanan pasokan bahan baku, harmonisasi tarif bea masuk, insentif pajak penghasilan untuk investasi baru atau perluasan, dan bea masuk ditanggung pemerintah.
Selain itu, pembebasan pajak bagi industri dalam Kawasan Ekonomi Khusus, pengembangan riset dan teknologi serta peningkatan kapasitas SDM industri petrokimia.
Khusus Menperin Saleh Husin juga menyinggung soal melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS.