Jumat, 3 Oktober 2025

Penangkapan Bambang Widjojanto

Abraham Samad Dinilai Seret Militer ke Konflik KPK-Polri

Menurut Muradi, ada empat indikasi atas apa yang dilakukan Samad tersebut.

Penulis: Hasanudin Aco
WARTA KOTA/HENRY LOPULALAN
Ketua KPK Abraham samad berbicara bersama praktisi hukum dan tokoh masyarakat yang memberi dukungan terhadap KPK terkai penangkapan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto oleh Mabes Polr, di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Jumat(23/1/2015). Bambang di tangkap karena diduga memerintahkan kesaksian palsu dalam sengketa pilkada di Mahkamah Konstitusi (MK). WARTA KOTA / HENRY LOPULALAN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan (PSPK) Universitas Padjadjaran Bandung‎, Muradi, menilai langkah Ketua KPK Abraham Samad meminta langsung ke Panglima TNI Jenderal Moeldoko untuk mengamankan kantor KPK dari kemungkinan ancaman penggeledahan yang dilakukan oleh penyidik paska penangkapan dan penetapan tersangka Bambang Widjajanto oleh Polri bagian dari upaya melibatkan TNI dalam konflik KPK-Polri.

Menurut dia, ada empat indikasi atas apa yang dilakukan Samad tersebut.

"Pertama, bentuk inferioritas yang berlebihan dari kemungkinan ancaman bersenjata dari institusi sipil bersenjata, yakni Polri," kata Muradi, Minggu (25/1/2015).

Muradi mengatakan, paradigmatik superioritas sipil atas militer paska transisi demokrasi yang panjang ini menjadi terkoreksi karena upaya mengajak dan melibatkan TNI pada konflik antara KPK-Polri yang ranahnya lebih bernuansa penegakan hukum.

Kedua, kata dia, penegasan Presiden Jokowi agar penyelesaian masalah antara KPK dan Polri tetap dalam kerangka penegakan hukum.

"Langkah untuk meminta pengamanan oleh TNI berpotensi untuk memperluas konflik tidak hanya KPK dan Polri dan menegasikan apa yang menjadi kebijakan Presiden," ungkapnya.

Ketiga, lanjut Muradi, langkah untuk meminta pengamanan TNI oleh pimpinan KPK juga dapat diartikan sebagai bagian ketidakpercayaan antar institusi yabg terlibat dalam konflik tersebut.

Padahal, kata dia, pada konteks pemberantasan korupsi, kerja sama antar KPK dan Polri berkorelasi dengan menguatnya kerja sama antar institusi tersebut.

"Keempat, turunan dari ketidakpercayaan antar institusi tersebut berkorelasi pada tidak efektifnya masing-masing fungsi dan membuat penegakan hukum dan pemberantasan korupsi menjadi tidak efektif. Dan pelibatan pengamanan Oleh TNI mengarah pada situasi politik yang tidak kondusif," ujarnya.

Dengan berkaca pada situasi tersebut, kata Muradi, maka akan lebih baik agar KPK dan Polri, sebagaimana penegasan Presiden Jokowi untuk fokus pada penyelesaian permasalahan keduanya hanya pada penegakan hukum.

"Sebab langkah melibatkan institusi lain dalam konteks tersebut, tidak hanya mengarah keinginan untuk menyelesaikan masalah, namun lebih banyak mengarah pada keinginan untuk saling menjatuhkan, dan tidak bervisi pada upaya untuk memperkuat kondusifitas keindonesiaan," pungkasnya.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved