Jumat, 3 Oktober 2025

Hakim MK Menangis Baca Gugatan 'Suntik Mati' Ryan

Patrialis mengaku sedih saat tahu permohonan Ryan ingin melegalkan suntik mati karena merasa depresi.

Editor: Rendy Sadikin
Warta Kota/Wahyu Tri Laksono
Ignatius Ryan Tumiwa tunjukkan fotokopi ijazah pascasarjana UI. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Berkas permohonan gugatan alumnus S2 Universitas Indonesia (UI) Ignatius Ryan Tumiwa (44) membuat hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Patrialis Akbar menangis.

Air mata mantan Menkum dan HAM itu menetes saat membaca berkas permohonan Ryan yang melakukan uji materiil Pasal 344 KUHP. Patrialis mengaku sedih saat tahu permohonan Ryan ingin melegalkan suntik mati karena merasa depresi.

"Saya menangis membaca permohonan dan keluhan Ryan. Tapi, perasaan saya sudah tersampaikan ke Ryan dan dia juga menangis di persidangan," ucap Patrialis usai acara halal bihalal di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (5/8).

Patrialis sebagai anggota panel saat sidang perdana permohonan Ryan yang digelar 16 Juli lalu. Secara etik, imbuhnya, hakim tidak boleh berkomentar mengenai perkara yang tengah ditanganinya.

Namun, secara pribadi Patrialis mengaku iba dan berharap Ryan berpikir ulang mengenai permohonan guagatannya. "Saya minta Ryan berpikir ulang atas permohonan ini dilanjutkan apa tidak. Kasihan, dia itu saudara kita juga," ujarnya.

Menurut Patrialis, sebelum muncul permohonan Ryan, MK belum pernah menangani persidangan dengan kasus unik. Ia berharap, tidak ada lagi permohonan yang diajukan ke MK yang serupa dengan permohonan Ryan.

Sementara Ketua MK Hamdan Zoelva mengatakan, permohonan Ryan akan menjadi bagian dari pengajuan judicial review ke MK. Namun, Hamdan enggan mengomentari lebih jauh karena kewenangannya berpendapat mengenai perkara hanya di persidangan.

"Tapi karena menyangkut isu personal, saya sebagai hakim konstitusi tidak bisa berkomentar di luar persidangan," jelas Hamdan.

Dalam sidang perdana perkara Ryan seperti dilansir laman resmi MK www.mahkamahkonstitusi.org, Ryan selaku pemohon menganggap Pasal 344 menghalangi niatnya untuk mengakhiri hidup dengan suntik mati. Pasal tersebut berbunyi: "Barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun."

Ryan mengaku depresi karena sejak setahun terakhir tidak memiliki pekerjaan sehingga kesulitan menghidupi kesehariannya yang tinggal sebatang kara.

Dia mengaku ingin mengobati depresinya ke seorang psikiater, tetapi lagi-lagi tersandung masalah finansial. Hal tersebut melatarbelakangi Ryan nekat melayangkan permohonan ke MK untuk melegalkan upaya bunuh diri.(WARTA KOTA)


Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved