Kamis, 2 Oktober 2025

Kasus Hambalang

Drajad Wibowo: Proyek Hambalang itu Langgar Prosedur

Drajad mengungkap lagi, beberapa pelanggaran prosedur yang terjadi.

Editor: Rachmat Hidayat
zoom-inlihat foto Drajad Wibowo: Proyek Hambalang itu Langgar Prosedur
Willy Widianto/Tribunnews.com
Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), Drajad Wibowo

TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA--Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didesak untuk menelusuri dugaan pelanggaran hukum dalam persetujuan anggaran proyek Hambalang sebagai anggaran tahun jamak (multiyears).

"Indikasinya sangat kuat. Anggaran multiyears proyek Hambalang itu melanggar prosedur," tegas Drajad Wibowo dalam pernyataannya kepada Tribun, Selasa (3/7/2012).

Dijelaskan, proyek Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di Hambalang, Bogor, dikenal sebagai Proyek Hambalang, awalnya proyek APBN dengan kontrak pengadaan barang/jasa tahun tunggal (single year).

Pembiayaan disediakan melalui APBN 2010 sebesar Rp 125 miliar, ungkap Drajad, kemudian dicairkan apabila status pengadaan tanah tuntas. Pada 20 Januari 2010 status tanah proyek Hambalang tuntas dengan terbitnya sertifikat hak pakai atas nama Kemenpora terhadap tanah seluas 31,24 hektar.

"Selanjutnya, proyek Hambalang memperoleh berbagai keistimewaan termasuk perubahan anggaran menjadi sistem multiyears," ujarnya.

Dradjad menegaskan, sesuai Keppres No 80/2003 pasal 30 ayat 8, kontrak tahun jamak adalah kontrak pelaksanaan pekerjaan yang mengikat dana anggaran untuk masa lebih dari satu tahun anggaran.

Yang dilakukan atas persetujuan oleh Menteri Keuangan untuk pengadaan yang dibiayai APBN, Gubernur untuk pengadaan yang dibiayai APBD Propinsi, Bupati/Walikota untuk pengadaan yang dibiayai APBD Kabupaten/Kota.

Untuk mengatur prosedur persetujuan tersebut, imbuhnya, Menteri Keuangan, pada 2 Maret 2010, menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 56/PMK.02/2010 tentang Tata Cara Pengajuan Persetujuan Kontrak Tahun Jamak (Multiyears Contract) dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Sementara itu, dalam konteks APBN 2010, Menteri Keuangan, pada 23 Maret 2010 menerbitkan PMK No 69/PMK.02/2010 tentang Tata Cara Revisi Anggaran Tahun 2010, yang kemudian diubah melalui PMK No 180/PMK.02/2010 tanggal 7 Oktober 2010.

"Apabila peraturan-peraturan di atas ditegakkan, seharusnya KTJ proyek Hambalang tidak mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan. Karena jelas, melanggar prosedur yang ada," tandas Drajad Wibowo yang juga Wakil Ketua Umum DPP PAN ini.

Drajad memeberikan argumentasi, dari kebutuhan anggaran konstruksi fisik Hambalang sebesar Rp 1,175 triliun, hanya Rp 275 miliar yang mendapat pengesahan, Rp 125 miliar dari APBN 2010 dan tambahan Rp 150 miliar melalui APBN-P 2010.

Drajad mengungkap lagi, beberapa pelanggaran prosedur yang terjadi. Antara lain, permohonan persetujuan kontrak tahun jamak (KTJ) untuk proyek Hambalang hanya ditandatangani oleh Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga, Wafid Muharam.

Padahal, PMK No 56/2010 pasal 5 ayat 1 mengatur permohonan KTJ harus diajukan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga kepada Menteri Keuangan bersamaan dengan penyampaian RKA-KL tahun anggaran bersangkutan.

"Dengan demikian, surat pengajuan permohonan tidak boleh diproses persetujuannya oleh Kementerian Keuangan karena tidak diajukan sendiri oleh Menpora. Apalagi, Menpora hanya menjadi penerima tembusan dari surat tersebut," kata Dradjad.

Hal lainnya, PMK No 69/2010 dan PMK No 180/2010 pada pasal 20 ayat 1 mengatur batas akhir penerimaan usul Revisi Anggaran untuk APBN Tahun Anggaran 2010/APBN Perubahan 2010 adalah 15 Oktober 2010. Sementara Kemenpora mengajukan revisi angggaran pada 16 November 2010.

"Karena sudah melewati tenggat waktu, seharusnya revisi anggaran (RKA-KL) Kemenpora ini ditolak oleh Kemenkeu," kata dia.

Namun, meski sudah terlambat, revisi tersebut tetap disetujui oleh Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan pada 6 Desember 2010. Yang lebih mengherankan, kata Drajad.

beberapa hari sebelumnya, pada 1 Desember 2010, Menteri Keuangan telah memberikan disposisi "selesaikan" kepada Dirjen Anggaran perihal permohonan persetujuan KTJ proyek Hambalang tersebut. Suratnya bernomor ND1134/AG/2010.

"Padahal, seharusnya dicek terlebih dahulu, apakah syarat-syarat untuk menjadi KTJ sudah dipenuhi," tuturnya.

Dradjad melanjutkan, fakta lain yang mengejutkan adalah, meskipun persetujuan dari Kemenkeu belum diperoleh, ternyata pemenang tender KTJ proyek Hambalang sudah diumumkan.

Konsorsium Adhi Karya (70 persen) dan Wijaya Karya (30 persen) telah diumumkan sebagai pemenang proyek Hambalang pada 26 November 2010, dengan nilai kontrak Rp 1.077 triliun.

"Pemenang tender kontrak tahun jamak (KTJ) Hambalang, sudah diumumkan saat proyek Hambalang masih bersifat kontrak tahun tunggal, belum sah sebagai KTJ, beberapa hari sebelum Menkeu memberikan disposisi 'selesaikan'," katanya.

"Sekitar 10 hari sebelum Dirjen Anggaran menyetujui revisi RKA-KL Kemenpora, termasuk di dalamnya perubahan kontrak proyek Hambalang dari tahun tunggal menjadi tahun jamak," papar Drajad Wibowo.

Hal lainnya, terdapat berbagai potensi pelanggaran peraturan lainnya. Terutama, yang terkait hal teknis. Seperti syarat adanya pendapat teknis dari Kementerian Pekerjaan Umum dan besaran output proyek.

"KPK sebenarnya sudah mempunyai bahan yang cukup untuk meningkatkan kasus ini ke penyidikan. Bagi saya, Kemenkeu sebenarnya bisa menjadi palang pintu pencegah kasus korupsi jika mereka istiqomah dan konsisten terhadap aturan main," Dradjad Wibowo mengingatkan.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved