6 Tahun Skandal Lapindo, Warga Porong Gelar Ruwatan Lumpur
Hari ini, persis 6 tahun lumpur panas menyembur dari sumur gas PT Lapindo Brantas milik Grup Bakrie
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hari ini, persis 6 tahun lumpur panas menyembur dari sumur gas PT Lapindo Brantas milik Grup Bakrie. Selama itu pula, kehidupan sosial, ekonomi, lingkungan dan budaya warga korban hancur dan belum terpulihkan hingga hari ini.
Untuk mengingatkan kembali tanggung jawab Lapindo dan negara, korban
Lapindo menggelar “Ruwatan Lumpur” di atas tanggul sisi Desa Siring,
Porong. Prosesi ruwatan dilakukan oleh ratusan anak dari Sanggar Al-Faz
Desa Besuki Timur, Kecamatan Jabon, Sidoarjo, dan Korban Lapindo
Menggugat(KLM). Mereka berkolaborasi dengan beberapa komunitas dari
berbagai daerah, yakni Sanggar Sahabat Anak Malang, Sanggar Merah Merdeka Surabaya, Komunitas Sang Badol Pare, dan berbagai elemen mahasiswa dari Surabaya.
Prosesi ini memperlihatkan betapa Lapindo maupun pemerintah tak
menghiraukan dampak lumpur Lapindo yang tidak hanya hilangnya tanah dan
rumah, melainkan juga lenyapnya mata pencaharian, rusaknya kesehatan
lingkungan, dan terabaikannya pendidikan anak-anak korban.
“Mereka punya mata tapi tak bisa melihat, punya telinga tapi tak mau mendengar, dan punya
otak tapi isinya soal bisnis semua,” ujar Irsyad, pengasuh Sanggar Al Faz,
menyinggung Lapindo yang lepas tanggung jawab dan negara yang tak tegas dalam siaran persnya kepada Tribunnews.com, Selasa(29/5/2012).
Bagi Irsyad, berlarut-larutnya pemulihan kehidupan korban Lapindo ini
merupakan wujud adanya skandal antara perusahaan dan pemerintah. Grup
Bakrie pemilik PT Lapindo Brantas tak segan-segan mengingkari janji dan
lepas tanggung jawab. Sementara, pemerintah tak tegas karena takut terhadap perusahaan.
“Skandal ini harus dihentikan demi menyelamatkan warga, terutama anak-anak seperti ini,” imbuh Irsyad.
Dalam ruwatan itu, anak-anak korban Lapindo membentangkan spanduk bertuliskan “Skandal Lumpur Lapindo Harus Dibongkar”, sembari menyanyikan lagu “Hukum Rimba”. Dengan serentak dan antusias, anak-anak melantunkan lirik *Maling-maling
kecil dihakimi, Maling-maling besar dilindungi.*
Sementara itu, Direktur Walhi Jatim, B Catur Nusantara di sela-sela acara
menuturkan, ruwatan ini merupakan peringatan buat negara maupun pengusaha.
Lambatnya penanganan kasus lumpur Lapindo merupakan skandal yang harus
dibongkar agar proses pemulihan kehidupan korban Lapindo dapat segera
dilakukan.
“Sangat terlihat negara gagap dalam menghadapi situasi yang ada. Tidak ada kemauan negara untuk memaksa Lapindo segera melaksanakan
tanggungjawabnya kepada korban Lapindo,“ katanya.
Parahnya, lanjut Catur, kecerobohan pengusaha yang didiamkan negara itu
masih terus terjadi, terbukti dengan tetap diijinkannya Lapindo melakukan
pengeboran lagi di wilayah-wilayah yang berdekatan dengan semburan lumpur
saat ini.
Acara yang didukung berbagai elemen, yaitu Posko Keselamatan Korban Lumpur Lapindo (Posko KKLula), Walhi Jawa Timur, Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Perkumpulan Media Lintas Komunitas (MediaLink), dan Solidaritas Darurat Nasional (SDN) Jatim ini juga diselingi peluncuran buku *Lumpur Makin Menggila*. Buku ini merupakan kumpulan puisi anak-anak korban Lapindo. Peluncuran buku tersebut ditandai dengan menerbangkan balon kertas ke udara.