Kasus Travel Cheque
BII Akui Artha Graha Pesan 480 Lembar Cek
Krisna Pribadi membenarkan Bank Artha Graha memesan sebanyak 480 lembar cek pelawat senilai Rp 24 miliar kepada BII.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Seksi Travellers Cheque (cek pelawat) Bank Internasional Indonesia (BII) Krisna Pribadi membenarkan Bank Artha Graha memesan sebanyak 480 lembar cek pelawat senilai Rp 24 miliar kepada Bank Internasional Indonesia (BII).
Krisna menjelaskan, pada tanggal 8 Juni 2004 pagi hari, dirinya mendapat informasi dari atasannya bahwa ada pemesanan cek pelawat senilai Rp 24 miliar dari Bank Artha Graha.
Lantas, dirinya langsung menghubungi pihak Bank Artha Graha untuk mengonfirmasi dan memintanya untuk membuat permohonan tertulis sebagai bukti pemesanan.
"Setelah itu, kami minta dananya di transfer," kata Krisna saat bersaksi untuk terdakwa Nunun Nurbaeti di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (2/4/2012).
Lebih lanjut, Krisna mengatakan, setelah selesai dananya ditransfer pihak Bank Artha Graha, ia mengaku pihaknya lantas menyiapkan cek pelawat sesuai pemesanan dan mengantarkannya sendiri 480 cek pelawat senilai Rp 24 miliar itu ke kantor Bank Artha Graha di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta.
Di kantor Bank Artha Graha, sambungnya, ia bertemu dengan Cash Officer Bank Artha Graha bernama Tutur. Setelah menyerahkan cek pelawat itu, Tutur menghitung jumlah cek pelawatnya.
"Nah di situ dibuat bukti pembeliannya," ujar Krisna.
Dijelaskan Krisna, setelah melakukan transaksi, ia disuruh Tutur untuk menunggu. Namun, Krisna tak mengetahui apa yang dilakukan Tutur saat meninggalkannya di ruang tunggu. Pun, Krisna tak tahu menahu untuk apa cek tersebut dipergunakan nanti.
"Tidak tahu," katanya saat dikonfirmasi majelis hakim terkait penggunaan cek dalam pemesanan.
Sebelumnya, pada sidang yang sama, mantan Direktur Keuangan PT First Mujur Plantation Industry (FMPI) Budi Santoso, Senin (26/3/2012), menjelaskan asal usul 480 lembar cek pelawat senilai Rp 24 miliar yang diberikan kepada puluhan anggota DPR RI periode 1999-2004 terkait pemenangan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Miranda Goeltom.
Budi menceritakan, pada awal tahun 2004 pemilik PT FMPI Hidayat Lukman membuat perjanjian kerjasama dengan Suhardi alias Ferry Yen untuk membeli kebun sawit di Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatra Utara. Total pembelian kebun itu senilai Rp 75 miliar dengan luas lahan sebanyak 5 ribu hektar.
"Mereka buat perjanjian kerjasama. Saham Hidayat 80 persen dan Suhardi 20 persen atau FMPI 60 miliar dan Suhardi 15 miliar," kata Budi saat bersaksi untuk terdakwa Nunun Nurbaeti.
Pada 7 Juni 2004, sambung Budi, uang itu mulai dikeluarkan. Suhardi datang ke kantor PT FMPI untuk mengambil uangnya. Namun, pada saat ia tiba di kantor, ia berubah pikiran.
"Pada saat datang dia minta uangnya diubah menjadi TC (traveller check / cek pelawat)," kata Budi.
Kemudian, Budi mengaku meminta izin ke atasannya, Hidayat Lukman dan kemudian disetujuiannya. Budi pun langsung memesan cek pelawat itu ke Bank Artha Graha. Namun, karena Bank Artha Graha tidak menjual cek pelawat, Bank Artha Graha pun memesan ke Bank Intenational Indonesia.