Sabtu, 4 Oktober 2025

Isu SARA

Sindikat Saracen Kerap Bajak Akun, Ditutup Satu Muncul Akun Lainnya

Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara menyebut tidak mudah membekuk sindikat Saracen.

Repro/KompasTV
Tiga tersangka anggota kelompok Saracen, penyedia jasa penyebar ujaran kebencian atau hate speech dan hoax untuk menyerang suatu kelompok tertentu, yakni (dari kiri) JAS alias Jasriadi (32), ketua sindikat Saracen, Muhammad Faizal Tonong, pemilik akun Faizal Muhammad Tonong atau Bang Izal (43), ketua bidang media informasi, dan Sri Rahayu Ningsih (32), koordinator grup Saracen wilayah Jawa Barat. Jasriadi ditangkap polisi di Pekanbaru, Riau, Muhammad Faizal Tonong ditangkap di Koja, Jakarta Utara, pada 20 Juli 2017, sedangkan Sri Rahayu Ningsih ditangkap di Cianjur, Jawa Barat, pada 5 Agustus 2017 lalu. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara menyebut tidak mudah membekuk sindikat Saracen. Sebab, kelompok ini kerap membajak akun orang lain untuk menebarkan konten kebencian.

Kelompok ini akan berganti akun setelah aparat keamanan mendeteksi aksi hoaks mereka.

"Ditutup satu, muncul yang lainnya, tutup lagi muncul yang lain," kata Rudiantara di Jakarta, Minggu (27/8/2017).

Menurutnya, para pelaku yang berhimpun dalam Saracen bisa dikenakan pasal pembajakan akun sesuai dengan Undang undang informasi dan transaksi elektronik.

Hukuman delapan tahun penjara bisa dikenakan terhadap para pelaku Saracen.

"Kelompok ini buat bajak akun yang lain. Ini tuntutannya paling tinggi delapan tahun (pasal 46 ayat 3 UU ITE) membajak akun orang lain," ujar Rudiantara.

Satgas Patroli Siber Bareskrim Polri berhasil menangkap kelompok Saracen yang diduga melakukan kampanye penyebar ujaran kebencian yang bernuansa SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan) di dunia maya.

Baca: Penjelasan BMKG terkait Gempa 5,1 Skala Richter di Selatan Pacitan

Polisi menangkap anggota kelompok Saracen yang terdiri dari JAS (32) yang ditangkap di Pekanbaru, Riau, SRN (32) yang ditangkap di Cianjur, Jawa Barat, serta MFT (43) yang ditangkap di Koja, Jakarta Utara.

"Mereka menyediakan jasa penyebaran ujaran kebencian yang bermuatan SARA maupun hoax melalui media sosial, mereka menamakan kelompok Saracen," ujar Kasubdit 1 Dit Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Kombes Pol Irwan Anwar, Rabu (23/8/2017) lalu.

Kasubbag Ops Satgas Patroli Siber Bareskrim Polri, AKBP Susatyo Purnomo mengungkapkan, kelompok ini telah melakukan aksinya sejak November 2015.

"Kelompok Saracen memiliki struktur sebagaimana layaknya organisasi pada umumnya," jelas Susatyo Purnomo.

Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat ( MPR) RI, Zulkifli Hasan pun angkat suara terkait penangkapan kelompok penyebar hoaks dan kebencian tersebut. Ia meminta kelompok Saracen dihukum berat.

"Itu (Saracen) harus dihukum berat, itu memecah belah, merusak, memfitnah lebih kejam dari pembunuhan," kata Zulkifli.

Menurut Zulkifli, keberadaan kelompok Saracen sangat berbahaya, lantaran menjadi produsen adu domba di tengah masyarakat Indonesia.

Baca: Dua Minggu Sebelum Ditangkap, Anniesa Kesulitan Dana untuk Berangkatkan Jemaah Umrah

"Semua pihak sekarang ini diadu domba. Itu bahaya sekali. Kalau dapat yang begitu mesti dihukum seberat-beratnya. Siapapun. Kan gila itu, apa maksudnya mecah-belah bangsa kita. Merusak," urainya.

Saracen mengunggah konten ujaran kebencian dan berbau SARA berdasarkan pesanan. Tujuan mereka menyebarkan konten tersebut semata sekadar untuk mendapatkan uang.

Media-media yang mereka miliki, baik akun Facebook maupun situs, akan mengunggah berita atau konten yang tidak sesuai dengan kebenaran, tergantung pesanan.

Para pelaku menyiapkan proposal untuk disebar kepada pihak pemesan. Setiap proposal ditawarkan dengan harga puluhan juta rupiah.

Hingga kini, polisi masih menyelidiki para pemesan konten atau berita untuk diunggah di grup maupun situs Saracen.

Dalam kasus ini, polisi telah menetapkan JAS, MFT, dan SRN sebagai tersangka. Nama pengacara Eggi Sudjana tercantum sebagai dewan penasihat dalam struktur pengurus kelompok penyebar konten ujaran kebencian dan SARA, Saracen.

Eggi telah membantah dan menolak menberikan keterangan kepada polisi terkait kelompok Saracen.

"Itu fitnah buat saya. Saya justru bertanya kenapa ada nama saya di situ?" ujar Eggi seraya mengemukakan, namanya baru direncanakan masuk dalam struktur dewan pengawas dan hal itu belum dikomunikasikan kepada dirinya. Itulah sebabnya, dia enggan diperiksa.

"Secara hukum, itu artinya fitnah. Difitnah, tapi kan sudah dia klarifikasi. Jadi (polisi) enggak perlu lagi periksa-periksa saya," ujar Eggi saat menjadi narasumber dalam acara diskusi.

Menanggapi hal itu, Wakil Ketua Komisi I DPR TB Hasanuddin mengatakan, tak seorang pun di Indonesia yang bebas dari hukum.

Hasanuddin meminta polisi bersikat tegas dan tetap mengusut kemungkinan terlibatnya mantan kuasa hukum biro perjalanan umroh First Travel itu dengan kelompok Saracen.

"Ini negara hukum tidak ada seorang pun yang bebas hukum. Polisi harus melaksanakan tugas dan kewajibannya melakukan penyelidikan," kata TB Hasanuddin.

Baca: Terpopuler Sepekan: Kisah Gaya Hidup Mewah Bos First Travel yang Merasa Tak Menipu Jemaah

Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini menegaskan, polisi harus memeriksa Eggi, meski yang bersangkutan menolak diminta keterangan. "Enggak boleh ada yang menolak diperiksa. Sudah tegakkan hukum, apa saja," ujar politisi asal Jawa Barat tersebut.

Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI, Oesman Sapta Odang juga meminta Kepolisian menindak tegas donatur dan anggota kelompok Saracen.

"Saya mendukung Kepolisian untuk menyelesaikan kasus ini. Yang salah ya harus ditindak. Harus dicari para para donatur dan anggota kelompoknya," kata Oesman Sapta.

JAS alias Jasriadi (32), ketua sindikat Saracen, kelompok penyebar ujaran kebencian dan hoax di media sosial, ditangkap polisi di Pekanbaru, Riau.
JAS alias Jasriadi (32), ketua sindikat Saracen, kelompok penyebar ujaran kebencian dan hoax di media sosial, ditangkap polisi di Pekanbaru, Riau. (Repro/KompasTV)

Tak hanya itu, Ketua Umum Partai Hanura tersebut juga meminta pertanggungjawaban Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara dalam kasus ini.

"Saya kembalikan kepada Menkominfo. Kita tunggu. Tugas Menkominfo harus segera selesaikan ini," kata Oesman Sapta yang juga merupakan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI itu.

Menkeu Sindir Hoaks
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut banyak masyarakat menangkap informasi yang salah yang beredar di media sosial.

Salah satunya terlihat dari pertanyaan salah satu peserta workshop nasional perempuan Partai Golkar.

Peserta tersebut meminta tanggapan Sri Mulyani terkait kabar yang beredar di media sosial, yang menyebut pertumbuhan ekonomi meningkat, namun tingkat kemiskinan juga semakin besar. Sri membantah informasi tersebut.

"Di medsos banyak sekali berita-berita tidak benar. Yang ibu dengar sekarang dengan apa yang ditulis di media bisa beda," ujar Sri Mulyani.

Justru sebut dia, data menunjukkan seiring pesatnya pertumbuhan ekonomi, tingkat kemiskinan juga semakin menurun.

"Mengatakan ekonomi tumbuh pesat, tapi kemiskinan malah naik. Itu salah besar. Golkar sebagai bagian dari pemerintah semestinya tidak mempunyai informasi salah," kata dia.

Sri mengatakan, saat ini pemerintah terus menggenjot pertumbuhan ekonomi semakin baik. Begitu juga dengan upaya menekan angka kemiskinan. Caranya bisa dilakukan dengan menciptakan lapangan pekerjaan lebih banyak dengan pertumbuhan satu persen.

"Jadi kita tumbuh 1 persen, harus bisa kurangi kemiskinan lebih banyak," kata Sri. (sen/kps)

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved