Menjawab Tren Mindful Consumerism, Upaya Mengurangi Masalah Lingkungan dari Sektor Fashion & Tekstil
Limbah merupakan salah satu dampak terbesar industri terhadap lingkungan, terutama dari sektor fashion dan tekstil.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Limbah merupakan salah satu dampak terbesar industri terhadap lingkungan, terutama dari sektor fashion dan tekstil.
Pewarna tekstil yang mencemari air, bahan polyester yang terurai menjadi mikroplastik, hingga sisa produksi yang tidak terpakai menjadi ancaman nyata bagi ekosistem.
Menurut laporan Bappenas, limbah tekstil di Indonesia menjadi masalah lingkungan yang signifikan, dengan jumlah yang terus meningkat setiap tahunnya.
Diperkirakan Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) menghasilkan 3,9 juta ton limbah pada 2030, dengan catatan jika tidak ada perubahan signifikan dalam sistem produksinya.
Dalam tekanan untuk memenuhi permintaan pasar, pendekatan reduce bagi pelaku industri memang menantang.
Namun, prinsip reuse dan recycle bisa menjadi alternatif yang efektif. Langkah pertama adalah mengevaluasi bahan yang digunakan dan dari mana asalnya.
Gunakan sumber lokal, sisa produksi pabrik (deadstock), atau bahan daur ulang yang berdampak minim terhadap lingkungan.
"Dengan mengenal lebih dalam asal-usul bahan baku, brand bisa mengambil kontrol atas dampak produksinya. Deadstock punya potensi untuk bisa diolah kembali," ujar Abdurrahman Robbani (Rahman), Head of Emerging Brand Hypefast.
Selain lebih berkelanjutan, Rahman, sapaan akrabnya, sumber lokal juga memperpendek rantai pasok dan mendorong ekonomi kreatif di daerah.
Nona Rara, misalnya, menjalankan program reuse dengan mengubah limbah kain dan payet menjadi boneka dan bros.
Inisiatif ini berhasil mengurangi 75 persen limbah dari lini produksinya.
Inisiatif ini membuka peluang pasar baru dan menarik segmen konsumen yang lebih muda serta peduli lingkungan, sekaligus memperkuat citra brand heritage yang inovatif.
Di sisi lain, Luxcrime, brand kecantikan lokal, menggandeng Seven Clean Seas dalam inisiatif daur ulang kemasan produk sebagai bentuk komitmen terhadap circular economy.
Langkah-langkah ini menunjukkan bahwa solusi kreatif bisa ditempuh, bahkan di tengah keterbatasan produksi.
Ditambah lagi, beberapa tahun terakhir kesadaran konsumen terhadap dampak dari keputusan belanja mereka terus meningkat.
Konsumen tidak lagi hanya membeli produk, tetapi juga memperhitungkan nilai, etika, dan dampak sosial-lingkungan dari produk yang mereka konsumsi. Fenomena ini mendorong munculnya gelombang mindful consumerism, yakni praktik membeli dan menggunakan produk dengan kesadaran penuh terhadap dampak sosial dan lingkungan dari keputusan tersebut.
Maka, ini saatnya brand lokal tidak hanya mengikuti permintaan, tetapi juga bertransformasi dari dalam, melalui praktik mindful production, sebagai jawaban tren mindful consumerism
Menurut laporan IBM (2023), 62 persen konsumen global bersedia mengubah perilaku belanjanya untuk mengurangi dampak lingkungan, dan tren ini makin terasa di Indonesia.
"Produksi yang sadar bukan berarti harus mahal atau sempurna. Ini tentang mengambil keputusan dengan mempertimbangkan manusia, lingkungan, dan masa depan," ujar Rahman.
"Brand lokal punya keunggulan di sisi cerita dan kedekatan dengan komunitas. Itu kekuatan besar yang bisa dioptimalkan jika proses produksinya juga selaras dengan nilai tersebut."
Sebagai House of Next-Gen Brand terbesar di Asia Tenggara yang mendukung pertumbuhan brand lokal, Hypefast untuk mengadopsi mindful production.
Hal ini tidak hanya menjadi tanggung jawab moral, tetapi juga strategi diferensiasi bagi brand.
Mindful production tidak hanya berbicara tentang bahan, tetapi juga manusianya.
Hal ini didukung dengan laporan Katadata Insight Center (2024) mencatat bahwa 73 persen Gen Z Indonesia lebih mempercayai brand yang menjelaskan bagaimana produk mereka dibuat, bukan sekadar menjual tampilan akhir.
Transparansi ini menjadi elemen utama dalam menumbuhkan kepercayaan. Brand seperti SukkhaCitta menunjukkan bahwa cerita dan relasi dengan pembuat produk bisa menjadi elemen diferensiasi yang sangat kuat.
Secara konsisten, SukkhaCitta mengangkat profil artisan, menjelaskan proses produksi, dan membangun narasi yang menyentuh.
Baca juga: Kemenperin Dorong IKM Pakaian Terapkan Prinsip Berkelanjutan Lewat Slow Fashion
Mindful production adalah investasi jangka panjang, bukan hanya untuk menjaga bumi, tetapi juga untuk membangun loyalitas konsumen dan mempertahankan relevansi brand di tengah perubahan pasar yang dinamis.
Lebih dari sekadar bentuk tanggung jawab sosial, pendekatan ini dapat menjadi strategi pertumbuhan yang berkelanjutan.
Bisa Tampil di Ruang Terbuka, Moskow Fashion Week Musim Panas akan Dipertahankan |
![]() |
---|
Ketahanan Digital RI di Era AI Jadi Bahasan Mendalam di Digital Resilience Summit 2025 |
![]() |
---|
Warga Binaan Lapas Nusakambangan dapat Pelatihan Mengolah Limbah Pembakaran Batu Bara Jadi Batako |
![]() |
---|
Mangrove Bangkit: 15 Ribu Hektare Pesisir Siap Direstorasi |
![]() |
---|
Kolaborasi dari Indonesia di Panggung BRICS+ Fashion Summit 2025 |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.