Pemerintah Diminta Hati-hati Saat Uji Coba Vaksin Kanker Enteromix Asal Rusia di Indonesia
Jumlah kasus kanker di Indonesia terus meningkat dan diprediksi melonjak hingga lebih dari 70 persen pada 2050 jika langkah deteksi dini tak diperkuat
Penulis:
Aisyah Nursyamsi
Editor:
willy Widianto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Baru-baru ini Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan membuka peluang dilakukannya uji klinis vaksin kanker Rusia di Indonesia. Vaksin ini diklaim memiliki efikasi 100 persen saat uji pra klinis.
Baca juga: Rusia Umumkan Temuan soal Vaksin Kanker, Menkes Harap Uji Klinisnya Ada di Indonesia
Terkait hal ini, Pakar Epidemiologi Dicky Budiman mengingatkan bahwa langkah ini tidak boleh gegabah. Ia menekankan bahwa meski uji coba klinis di Indonesia memiliki relevansi, ada sejumlah prasyarat penting yang harus dipenuhi.
“Prasyaratnya apa? Ya kualitas sains vaksin tersebut harus jelas. Jadi harus ada kejelasan hasil dari fase uji klinis sebelumnya, publikasi yang peer review juga, standar etik internasional,” kata Dicky dalam keterangannya, Kamis (11/9/2025).
Indonesia memiliki keunikan tersendiri sebagai lokasi penelitian. Beban kasus kanker yang tinggi, ditambah dengan keragaman genetik dan gaya hidup, membuat hasil penelitian di negara lain tidak selalu bisa langsung diterapkan di sini.
Jika dilakukan sesuai standar, uji coba bisa membawa manfaat. Misalnya, akses awal terhadap vaksin kanker terbaru, peningkatan kapasitas rumah sakit dan universitas dalam riset klinis, hingga peluang transfer teknologi dengan mitra internasional.
Namun, tanpa kehati-hatian, risiko besar bisa terjadi. Dari aspek keamanan, bila standar etik dilanggar, dampaknya bisa fatal. Dari aspek sosial, komunikasi publik yang lemah bisa menimbulkan resistensi masyarakat.
Dicky juga menyinggung risiko geopolitik dan kepercayaan publik, mengingat pengalaman dengan vaksin Sputnik V yang sempat menuai keraguan. Ia menegaskan bahwa ekspektasi masyarakat harus dikelola sejak awal agar tidak terjadi kekecewaan.
“Kalau vaksinnya gagal atau ada timbul efek samping, ini bisa menurunkan kepercayaan publik pada program vaksinasi secara keseluruhan,” jelas Dicky.
Baca juga: WHO Keluarkan Obat Baru Tambahan untuk Penyakit Kanker dan Diabetes, Ini Daftarnya
Dicky menekankan, keputusan terkait uji coba vaksin tidak boleh diambil sepihak. Pemerintah harus melibatkan kementerian dan lembaga terkait, BPOM, komisi etik, hingga para ahli independen.
Dengan kolaborasi multipihak, keputusan akan lebih kredibel dan diterima publik. Selain aspek ilmiah, komunikasi risiko yang transparan sejak awal sangat penting.
Masyarakat harus tahu bahwa vaksin yang diuji masih dalam tahap riset, bukan vaksin siap edar. Dengan begitu, kepercayaan publik bisa tetap terjaga, bahkan bila hasil uji coba tidak sesuai harapan.
Rusia berhasil mengembangkan vaksin kanker yang akan didistribusikan ke rakyat Rusia mulai tahun depan. Ia menegaskan vaksin kanker EnteroMix akan diberikan secara gratis untuk rakyat Rusia.
Ia mengatakan pria dan wanita berusia 18 hingga 75 tahun akan dapat mengambil bagian dalam uji klinis. Kategori pasien adalah memiliki diagnosis pasti tumor kepala dan leher, mediastinum, saluran pencernaan, sistem saraf pusat, kanker payudara, paru-paru, saluran empedu, pankreas, sistem genitourinari, sarkoma jaringan lunak dan tulang, serta melanoma kulit dan selaput lendir.
Kondisi lainnya adalah ketidakmungkinan intervensi bedah dan metode pengobatan standar. Alexander Gintsburg, direktur Pusat Penelitian Epidemiologi dan Mikrobiologi Gamaleya, menjelaskan vaksin kanker akan dipersonalisasi. Artinya, vaksin kanker akan dibuat untuk setiap pasien secara individual.
Jumlah kasus kanker di Indonesia terus meningkat dan diprediksi melonjak hingga lebih dari 70 persen pada 2050 jika langkah pencegahan dan deteksi dini tidak diperkuat.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.