KLB Malaria di Kabupaten Parimo Sulteng, Epidemiolog Ingatkan Eliminasi Tak Berarti Bebas Selamanya
KLB malaria di Parimo tunjukkan eliminasi tak berarti bebas selamanya dan diingatkan perlunya pengendalian berkelanjutan kolaborasi lintas sektor
Penulis:
Aisyah Nursyamsi
Editor:
Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Epidemiolog Dicky Budiman menyoroti 168 kasus malaria di Kabupaten Parigi Moutung (Parimo), Sulawesi Tengah.
Menurutnya, kasus luar biasa (KLB) ini menjadi pengingat bahwa ancaman malaria belum sepenuhnya hilang, meski beberapa daerah telah menerima sertifikat eliminasi malaria.
Dicky menegaskan, malaria tetap menjadi ancaman serius bagi kawasan Timur Indonesia, termasuk Papua, Papua Barat, Maluku, NTT, dan sebagian Sulawesi.
Penyakit ini dapat menimbulkan mortalitas dan morbiditas tinggi, terutama pada anak-anak, ibu hamil, dan pekerja migran.
“Kasus Parimo menunjukkan eliminasi bukan berarti 100 persen bebas malaria selamanya, tapi hanya menunjukkan sertifikat eliminasi,” ujar Dicky, Jumat (5/9/2025).
Baca juga: KLB Malaria Terjadi di Kabupaten Parigi Moutong Sulteng, Bersumber dari Pekerja Tambang
Faktor lingkungan juga memicu munculnya kembali kasus malaria.
Aktivitas tambang, baik legal maupun ilegal, meninggalkan genangan air yang menjadi sarang nyamuk Anopheles, vektor utama malaria.
Mobilitas pekerja tambang dari daerah endemis juga meningkatkan risiko kasus impor.
Kementerian Kesehatan bersama Dinas Kesehatan setempat telah melakukan langkah cepat sesuai standar WHO, mulai dari surveilans, tata laksana kasus, hingga edukasi masyarakat.
Dicky menambahkan, penguatan surveilans migrasi pekerja tambang sangat penting untuk mencegah wabah berulang.
Kasus Parimo menjadi wake up call bahwa eliminasi malaria membutuhkan pengendalian berkelanjutan, kolaborasi lintas sektor, dan partisipasi aktif masyarakat.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.