Jumat, 3 Oktober 2025

Perlu Pengawasan dan Ketegasan Terkait Per- BPOM Tentang Label Pangan Olahan

Pada produk susu kental manis sudah tidak ada lagi kata susu, tetapi pada label kemasan masih tertulis sajian untuk diseduh

Editor: Eko Sutriyanto
istimewa
Koalisi Perlindungan Masyarakat (KOPMAS) bersama Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menyelenggarakan diskusi publik “Menyoal PerBPOM No 31 Tahun 2018 Kemajuan ataukah Kemunduran Polemik Susu Kental Manis?” pada Jum’at (16/11) di gedung LBH Jakarta. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) baru saja menandatangani Per- BPOM No 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan yang didalamnya terdapat 2 pasal yang mengatur tentang susu kental manis, yaitu pasal 54 dan 67 huruf W dan X.

Pasal 54 memuat kewajiban produsen untuk mencantumkan tulisan pada label yang berbunyi:
Perhatikan! Tidak untuk menggantikan Air Susu Ibu,  Tidak Cocok untuk Bayi sampai usia 12 bulan dan Tidak dapat digunakan sebagai satu-satunya sumber gizi.

Sementara pasal 67 butir W memuat larangan berupa pernyataan/visualisasi yang menggambarkan bahwa susu kental dan analognya disajikan sebagai hidangan tunggal berupa minuman susu dan sebagai satu-satunya sumber gizi.

Butir X memuat larangan pernyataan/visualisasi yang semata-mata menampilkan anak di bawah usia 5 (lima) tahun pada susu kental dan analognya.

Kehadiran kedua pasal tersebut dalam regulasi yang dikeluarkan oleh BPOM seharusnya dapat langkah preventif sejumlah persoalan kesehatan masyarakat seperti diabetes, obesitas dan penyakit tidak menular lainnya.

Namun, yang harus diwaspadai adalah apabila dalam penerapannya tidak ada pengawasan dan ketegasan dari pemerintah.

Baca: Benarkah Susu Kental Manis Sebabkan Kegemukan? Ini Pendapar Pakar Gizi

Ketua Koalisi Perlindungan Kesehatan Masyarakat (KOPMAS) Arif Hidayat khawatir produsen memiliki interpretasi lain dalam memahami kedua pasal tersebut.

"Apalagi saat ini pemerintah terlihat masih belum optimal mengatasi persoalan-persoalan kesehatan di masyarakat," kata Arif Hidayat saat diskusi publik “enyoal PerBPOM No 31 Tahun 2018 Kemajuan ataukah Kemunduran Polemik Susu Kental Manis? di gedung LBH Jakarta, Jum’at (16/11/2018) .

Dikatakannya, salah satu peran penting pemerintah dalam perlindungan kesehatan masyarakat adalah melalui kebijakan atau perundang-undangan.

Namun sejauh ini, ia melihat masih terdapat celah-celah pelanggaran yang berpotensi merugikan masyarakat.

Salah satunya terlihat pada upaya pemerintah mengatasi persoalan susu kental manis.

Ketua UKK Nutrisi dan Penyakit Metabolik IDAI, Dr. dr. Damayanti Rusli Sjarif, SpA(K) mengatakan, pada produk susu kental manis sudah tidak ada lagi kata susu, tetapi pada label kemasan masih tertulis sajian untuk diseduh.

"Kalau dari kemasan produk dilihat di bagian depan sudah tidak ada kata susu, tetapi di bagian belakang masih ditulis saran penyajian. Ini yang perlu diluruskan. Masyarakat harus minum gula? kata Damayanti.

Pratiwi, dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mengatakan, pada saat polemik susu kental manis mencuat, DPR telah meminta daftar produsen susu kental manis kepada BPOM tetapi hingga saat ini BPOM belum memberikan daftar tersebut.

Ia menambahkan untuk masalah polemik susu kental manis sebenarnya sudah jelas peraturannya, hanya saja implementasi dalam penindakan yang masih kurang.

"Saat ini penindakan bagi produsen yang menyalahi aturan hanya mendapatkan hukuman berupa peringatan, kemuadian larangan mengedarkan produk dan terakhir adalah penutupan pabrik (produksi). Hanya saja, penindakan bagi produsen yang melanggar belum maksimal. " kata Pratiwi.

Baca: Ratusan Calon Perwira Tentara Susuri Rute Gerilya Jenderal Soedirman untuk Memetik Nilai Luhur

Sebagaimana diketahui, polemik susu kental manis menjadi pembahasan publik setelah ditemukan sejumlah balita menderita gizi buruk akibat mengkonsumsi susu kental manis.

Satu diantaranya, balita asal Kendari meninggal dunia di usia 10 bulan.

Ketidak tahuan masyarakat serta persepsi yang sudah terbentuk di masyarakat melalui cara beriklan produk sehingga masyarakat beranggapan bahwa produk tersebut adalah susu yang dapat diberikan kepada anak menjadi penyebabnya.

Langkah BPOM menerbitkan kebijakan tersebut seharusnya menjadi langkah awal bagi edukasi kesehatan masyarakat, terutama mengatasi persoalan gizi ganda tersebut, stunting dan obesitas.

Namun, hal itu akan terwujud bila ada kesadaran penuh dari produsen untuk segera menaati serta tidak lagi mempromosikan produk kental manis sebagai minuman susu.

Produsen harus dengan tegas mengatakan bahwa susu kental manis adalah produk yang hanya dapat digunakan untuk bahan tambahan dalam makanan atau topping.

"Jika regulasi sudah ada, namun produsen masih berpromosi semaunya, apalagi ada pembiaran, maka edukasi pola hidup sehat untuk masyarakat tidak akan optimal dan target pemerintah mewujudkan Generasi Emas 2045 juga tidak akan tercapai,” jelas Arif Hidayat.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved