Pentingnya Mempercepat Akses Obat untuk Penderita Hepatitis C Disertai Penyakit Ginjal Kronik
Kebanyakan pasien terdiagnosis ketika kerusakan hati sudah masuk ke tahap lanjut sehingga keberhasilan terapi menjadi lebih rendah
Beberapa DAA sudah teregistrasi di BPOM di antaranya sofosbuvir dan simeprevir, serta beberapa yang tengah dalam proses registrasi.
“Tetapi obat-obatan ini tidak dapat diberikan pada penderita hepatitis C yang disertai PGK, karena semuanya disekresi di ginjal sehingga memperburuk kondisi ginjal mereka yang memang sudah bermasalah. Padahal terapi hepatitis C pada pasien PGK sangat direkomendasikan agar mereka dapat menjalani transplantasi ginjal,” jelas Rino yang juga Kepala Divisi Hepatobilier di RSCM/FKUI Jakarta.
Mantan ketua Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia (PPHI) ini, sudah ada obat dari golongan DAA terbaru yang aman diberikan pada pasien PGK yaitu Grazoprevir + Elbasvir.
Obat ini disekresi di hati sehingga aman untuk ginjal, dan memiliki efektivitas setara dengan DAA lainya.
Baca: Hepatitis Mengancam Nyawa Suku Anak Dalam di Jambi
Tetapi obat ini masih terkendala ijin edarnya dan saat ini masih menunggu proses registrasi di BPOM.
Rino berharap sebelum akhir tahun ini grazoprevir+ elbasvir dapat mengantongi ijin edar sehingga dapat diakses pasien yang memerlukan.
Dengan tersedianya obat untuk penderita hepatitis C yang juga menderita PGK, diharapkan tidak ada lagi kelompok pasien yang tidak mendapatkan terapi optimal, sehingga target eliminasi hepatitis di tahun 2030 dapat tercapai.
“Target di tahun 2030 untuk eliminasi hepatitis itu mencakup semua jenis infeksi hepatitis. Untuk eliminasi sampai 0% memang tidak mungkin," katanya.
Namun tujuannya adalah menurunkan jumlah penderita sebanyak mungkin, untuk menekan beban biaya kesehatan.
Baca: Banyak Alumni UGM Tak Diterima Bekerja Gara-gara Hepatitis dan Kolesterol Tinggi
Program pemerintah dalam hal ini Kemenkes melalui Kasubdit Hepatitis sudah benar, hanya mungkin kendalanya di sumber daya manusia yang menjalankan program ini.
"Jadi saya kira ini tugas kita bersama agar semua pihak mendukung program eliminasi hepatitis, termasuk masyarakat sipil, media massa, tenaga kesehatan, dan instansi terkait,” papar Rino.
Program skrining dan promosi kesehatan yang terkait dengan hepatitis menurut Rino harus menjadi prioritas.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung, Dirjen P2P Kemenkes RI, Dr Wiendra Woworuntu M.Kes menjelaskan, setidaknya 15% penduduk Indonesia terinfeksi hepatitis C. Kelompok usia tertinggi infeksi hepatitis C di Indonesia adalah 50-59 tahun, namun untuk kelompok usia 35-39 saat ini cenderung ada kenaikan.