Selasa, 30 September 2025

Jangan Pentingkan Harga Murah Saat Check Up Jantung

Biaya yang murah masih lebih dipentingkan oleh sebagian besar masyarakat kita dalam memilih dokter untuk kebutuhan

Penulis: Choirul Arifin
Editor: Dewi Agustina
zoom-inlihat foto Jangan Pentingkan Harga Murah Saat Check Up Jantung
Shutterstock
Serangan jantung

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Biaya yang murah masih lebih dipentingkan oleh sebagian besar masyarakat kita dalam memilih dokter untuk kebutuhan medical check up. Mereka cenderung mementingkan harganya yang murah dulu ketimbang
mementingkan kualitas dan akurasi hasil medical check up yang didapatkannya.

"Medical check up yang berkualitas sebenarnya sangat bergantung pada kemampuan dokternya, juga mesin-mesin yang digunakan, serta timnya," kata Direktur Cardiac Center RS Bethsaida, Serpong, Dr Dasaad Mulijono MBBS (Hons) FIHA, FIMSANZ, FRACGP, FRACP, Phd pada seminar setengah hari membahas topik "Metode Terbaru untuk Melebarkan Pembuluh Darah Arteri Koroner yang Menyempit (PCI)" di RS Bethsaida, Gading Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Senin (23/9/2013).

Akibatnya, hasil medical check up yang diterima, menjadi kurang akurat untuk dipakai rujukan bagi pasien untuk mencegah datangnya serangan penyakit-penyakit kritis tertentu.

Kekeliruan atau ketidakakuratan dalam melakukan medical check up, lanjut dr Dasaad, diduga juga terjadi pada orang orang kaya. Dia menduga, kasus kematian dua figur publik, Adjie Massaid (anggota DPR RI) dan Ricky Jo (presenter olahraga di televisi) yang meninggal dunia mendadak karena serangan jantung, diduga terjadi karena keduanya tidak mendapat hasil medical check up yang akurat sebelumnya.

Dr Dasaad mencontohkan, ketika langkah CT Scan saja tidak bisa dijadikan acuan untuk mengetahui kondisi kesehatan jantung seseorang.

"Untuk mengetahui apakah ada dugaan sumbatan pembuluh darah di jantung harus dilakukan kateterisasi," ujarnya.

Kateterisasi menurutnya mampu memberikan hasil diagnosis/pemeriksaan yang lebih akurat ketimbang CT Scan.

"CT Scan akurasinya hanya sekitar 50-60 persen," jelas dokter yang lama bermukim di Australia untuk memperdalam ilmu kedokterannya ini.

"Ukuran jantung sebesar genggaman telapak tangan kita. Di dalamnya ada pembuluh darah koroner. Saat orang terkena serangan jantung, pembuluh darahnya ini yang kena. Biasanya muncul sumbatan. Sumbatan itu yang membuat pasien mengeluh sakit di dada. Jika tersumbat dan tidak ada langkah penanganan cepat, akibat paling buruk adalah pasien meninggal dunia," jelas dr Dasaad.

Sumbatan tersebut, biasanya diawali dengan munculnya plak, misal akibat kadar kolesterol yang tinggi, yang kemudian berangsur mencekik aliran pembuluh darah ke jantung.

Dia menambahkan, saat saluran pembuluh darah tersumbat, jantung berdetak dengan keras.

Dr Dasaad menyebutkan, di Indonesia banyak budaya buruk masyarakat yang menjadi faktor risiko kuat terjadinya serangan jantung. Antara lain, kebiasaan merokok, darah tinggi, dan pola makan yang buruk yang memicu kolesterol.

"Kolesterol tinggi memicu terbentuknya lak pada saluran pembuluh darah di jantung," dr Dasaad mengingatkan.

Faktor risiko lainnya, namun bersifat tidak dapat diubah antara lain, ada riwayat keluarga yang pernah terkena serangan jantung. Misalnya, orangtua, kakak dan lain-lain.

"Itu merupakan faktor genetik yang tidak bisa dihindari," jelasnya.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved