Kamis, 2 Oktober 2025

Penis Palsu

Obat, terapi dan berbagai peralatan lain untuk disfungsi ereksi sudah biasa kita temui.

Editor: Gusti Sawabi
zoom-inlihat foto Penis Palsu
net
ilustrasi

TRIBUNNEWS.COM --  Obat, terapi dan berbagai peralatan lain untuk disfungsi ereksi sudah biasa kita temui. Tapi bila prostesis penis atau penis palsu, pernahkah Anda membayangkannya? Bagaimanakah prosedurnya dan apa itu prostesis penis?

Seorang dokter spesialis bedah urologi bercerita pada GHS. Suatu ketika ada seorang laki-laki, usia kira-kira 45 tahun. Pria berputra tiga ini sangat mapan. Rumah mewah, perusahaan dengan ribuan karyawan dimilikinya. Istri cantik menemaninya setiap saat.

Namun, pengusaha ini bermasalah dengan alat vitalnya. Penisnya, mengalami pembengkakan sehingga pembuluh darahnya ‘hancur’. Kecelakaan yang dialaminya merenggut ‘senjata’ ampuh yang dimilikinya selama ini.

Karena merasa masih butuh berhubungan seks dengan istrinya, sang pengusaha minta sang dokter untuk ‘menggarap’ alat vitalnya menjadi baru lagi. Prostesis penis harus dipasang. Jelas sang dokter.

Sang pengusaha pun setuju. Dan operasi pun berjalan lancar. Sang pengusaha bisa memuaskan istrinya lagi. Sekarang sudah lima tahun alat pengganti ‘senjata’ ini masih bisa berfungsi dengan baik.

Mata palsu, kaki palsu, atau tangan palsu sudah kerap kita ketahui dan bukan barang baru bagi kita. Tapi bila penis palsu, siapa yang pernah tahu?  Mungkin ada yang sudah tahu, tapi hanya sedikit orang. Paling hanya sepersekian persen dari ratusan juta orang.

Apalagi persoalan yang melatarbelakangi penggunaan prostesis penis ini masih kerap dianggap tabu bagi sebagian besar pria. Siapa sih yang mau terbuka mengungkapkan kalau dirinya mengalami disfungsi ereksi? Jawabannya, tidak ada.

Ya, memang penis palsu terkait sekali dengan persoalan disfungsi ereksi. Namun, sebelum bicara lebih jauh perihal penis palsu, kita ketahui dahulu soal disfungsi ereksi..

Tiga Lini

Di masa lalu disfungsi ereksi kerap disebut impotensi. Oleh National Institute of Health (NIH) istilah disfungsi ereksi (DE) kemudian dikembangkan untuk menggantikan impotensi karena terminologi ini memberi definisi lebih spesifik dibanding kata ‘impotensi’ yang bisa mencakup problem lain yang terkait dengan libido, ejakulasi atau orgasme.

Selain itu, impotensi memiliki arti negatif yang bisa dianggap cukup mempermalukan pria. Prof. Wimpie Pangkahila, Sp.And menyebutkan bahwa DE merupakan ketidakmampuan mencapai atau mempertahankan ereksi penis yang cukup untuk melakukan hubungan seksual.

Menurut studi yang diterbitkan oleh British Journal of Urology, DE merupakan kondisi umum yang diperkirakan diderita 152 juta pria di dunia. Ini termasuk perkiraan total 90 juta pria di Amerika Serikat, Perancis, Jerman, Italia, Spanyol, Inggris, Jepang dan Brasil.

Ada banyak hal yang menyebabkan seseorang mengalami DE, mulai dari akibat bertambahnya usia, akibat penggunaan obat  (psikotropik, antidepresan, antihipertensi, dan lainnya), operasi, trauma saraf, kebiasaan buruk (merokok, konsumsi alkohol, narkoba), dan masih banyak lagi.

Tentu saja pengobatannya harus sesuai dengan penyebabnya. “Tanpa pengobatan terhadap penyebab, pengobatan disfungsi ereksi tidaklah rasional dan tidak mengatasi masalah yang sebenarnya,” jelas Prof. Wimpie.

Sebab itu, butuh pemeriksaan lengkap dan teliti. Usai pengobatan tahap pertama, selanjutnya adalah pengobatan untuk membantu terjadinya ereksi. Dalam hal ini, setidaknya ada tiga lini pengobatan.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved