Senin, 29 September 2025

Konflik Palestina Vs Israel

Netanyahu Akui Israel Terancam Jadi Negara Paria, Industri Senjata Dibayangi Tekanan Global

Netanyahu akui Israel terancam terisolasi akibat perang Gaza, sementara tekanan internasional mulai hantam industri senjata negaranya.

Editor: Nuryanti
Foto PBB/Loey Felipe
SIDANG UMUM PBB - Foto diunduh dari website PBB, Senin (22/9/2025). Pada 22 Maret 2022, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan suara mayoritas mengadopsi sebuah resolusi yang menuntut Rusia untuk segera mengakhiri operasi militernya di Ukraina. Netanyahu akui Israel terancam terisolasi akibat perang Gaza, sementara tekanan internasional mulai hantam industri senjata negaranya. 

TRIBUNNEWS.COM - Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengakui negaranya terancam menjadi “negara paria” di mata dunia, seiring meningkatnya tekanan global terhadap industri senjata Israel.

Netanyahu untuk pertama kalinya mengakui negaranya berpotensi menghadapi “sejenis isolasi” berkepanjangan akibat perang Gaza.

Pernyataan itu menandai perubahan nada dari pemimpin yang biasanya keras kepala.

CNN melaporkan, Netanyahu menyebut kemarahan internasional karena telah mendorong Israel mendekati status sebagai negara paria.

Kata "paria" sendiri berasal dari kasta terendah dalam sistem sosial India, dan dalam konteks geopolitik, digunakan secara metaforis untuk menyebut negara yang berada di luar pergaulan diplomatik.

Istilah ini bukan klasifikasi resmi, melainkan label politis yang sering digunakan oleh media, diplomat, atau organisasi internasional untuk menekan atau mengisolasi suatu negara.

Penggunaan istilah ini bisa kontroversial dan bergantung pada perspektif politik masing-masing pihak.

Sejumlah sekutu lama, termasuk Inggris, Australia, dan Kanada, telah mengakui negara Palestina dalam sidang umum PBB di New York, Amerika Serikat.

Industri persenjataan Israel juga mulai merasakan dampaknya.

Spanyol membatalkan kontrak pembelian senjata bernilai ratusan juta dolar setelah Perdana Menteri Pedro Sanchez mengecam perang Israel di Gaza sebagai “kebiadaban”.

Ia bahkan menyerukan pelarangan Israel dari ajang olahraga internasional dan Eurovision.

Meski demikian, data Kementerian Pertahanan Israel menunjukkan ekspor senjata masih mencatat rekor tinggi senilai US$14,7 miliar pada 2024, naik 13 persen dari tahun sebelumnya, dengan lebih dari separuhnya berasal dari negara-negara Eropa.

Oded Yaron, analis pertahanan dari Haaretz, memperingatkan bahwa Israel tidak mampu kehilangan lebih banyak pasar.

Baca juga: Prancis Resmi Akui Negara Palestina, Dinilai sebagai Keputusan Bersejarah dan Berani

“Jika kita tidak menjualnya ke negara lain, hal itu pasti akan merusak pertahanan Israel,” katanya kepada CNN.

Di tengah lonjakan bisnis, tekanan politik makin kuat.

Di Inggris, lebih dari dua lusin anggota parlemen menuntut pemutusan kontrak dengan Elbit Systems, perusahaan pertahanan Israel, karena dinilai terlibat dalam serangan di Gaza.

Pemerintah Inggris juga melarang pejabat Israel hadir di pameran senjata London, sementara Prancis menutup stan perusahaan Israel di Paris Airshow.

Uni Emirat Arab ikut mengambil langkah serupa dengan melarang Israel berpartisipasi dalam Dubai Airshow mendatang.

Meski menghadapi resistensi, produsen senjata Israel tetap mengamankan kontrak besar.

Elbit Systems bulan lalu meneken perjanjian lima tahun senilai US$1,6 miliar dengan sebuah negara Eropa.

Matthew Savill dari Royal United Services Institute di London menilai posisi Israel masih terlindungi. Menurutnya, komponen Israel sudah terjalin dalam rantai pasokan global dan diperkuat melalui kerja sama intelijen.

Dengan kondisi ini, Israel diyakini masih bisa mempertahankan industrinya.

Seperti diingatkan Yaron, semakin lama perang Gaza berlangsung, semakin besar pula risiko tekanan internasional terhadap masa depan Israel di panggung global.

Isu yang Disorot dalam Sidang Umum PBB

Sidang Umum Majelis PBB ke-80 resmi dibuka pada Selasa (23/9/2025), di New York.

Pertemuan tahunan ini dihadiri oleh pemimpin dari 193 negara anggota dan dua negara pengamat, Takhta Suci dan Palestina.

Delegasi Palestina hanya berpartisipasi secara virtual karena AS menolak visa bagi pejabat Otoritas Palestina.

Empat isu utama menjadi sorotan tahun ini.

Pertama, pengakuan kenegaraan Palestina di tengah perang Gaza yang memasuki tahun kedua.

Baca juga: Komentar Pertama AS Terkait Pengakuan Sekutunya Terhadap Negara Palestina

Negara-negara seperti Prancis, Inggris, Kanada, Australia, dan Portugal telah menyatakan dukungan penuh, meski mendapat penolakan dari AS dan Israel.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dijadwalkan menyampaikan pidato pada Jumat (26/9/2025).

Kedua, sanksi terhadap Iran.

Negara-negara Eropa (E3) tengah mengupayakan kesepakatan baru terkait program nuklir Iran, menyusul berakhirnya masa penyelesaian sengketa.

Ketegangan meningkat pasca perang Israel-Iran pada Juni, yang melibatkan serangan militer besar-besaran dan intervensi AS.

Iran membantah tuduhan pengembangan senjata nuklir.

Ketiga, Perjanjian Paris.

Sekjen PBB António Guterres akan mengumpulkan negara penandatangan untuk memperbarui Kontribusi Nasional yang Ditetapkan (NDC), sebagai komitmen melawan perubahan iklim.

Target baru akan disesuaikan dengan kemampuan masing-masing negara.

Keempat, reformasi PBB melalui Inisiatif UN80.

Krisis keuangan akibat pemotongan anggaran dan belum dibayarnya kontribusi AS mendorong pembahasan reformasi struktural.

Guterres mengusulkan anggaran baru dan perampingan organisasi agar PBB tetap responsif dan efisien.

Sidang bertema “Lebih Baik Bersama: 80 Tahun dan Seterusnya untuk Perdamaian, Pembangunan, dan Hak Asasi Manusia” akan berlangsung hingga 29 September 2025.

(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan